Thursday, October 11, 2012

DASAR-DASAR PEMERIKSAAN PENYAKIT IKAN


DASAR-DASAR PEMERIKSAAN PENYAKIT IKAN

Oleh
Hambali Supriyadi


1.       PENDAHULUAN

            Dalam masa beberapa tahun belakangan ini masalah kesehatan ikan menjadi masalah besar yang harus dihadapi oleh oleh para petani ikan di seluruh dunia. Di negara-negara Asia Tenggara produksi ikan telah sangat dipengaruhi oleh adanya wabah penyakit ikan seperti misalnya  Epizootic Ulcerative Syndrom (EUS) yang telah mewabah pada sekitar tahun 1980 an. Penyakit bakterial yang diakibatkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila masih menjadi masalah yang serius terutama pada peternakan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan Ikan hias. Demikian pula infeksi bakteri Mycobacterium sp. telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya ikan gurame. Kerugian yang diakibatkannya dapat mencapai 60% kematian.


            Pada usaha budidaya ikan laut wabah telah terjadi pada tahun 1991 akibat infeksi bakteri Vibrio harveyi. Demikian pula Yellow Head Disease (YHD) Monodon Baculovirus (MBV), Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculo Virus (SEMBV) dan Hepatopancreatic Parvo-like Virus adalah beberapa patogen yang telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya udang baik di panti benih maupun usaha pembesaran. Wabah penyakit ikan pada usaha budidaya ikan  jaring apung telah dilaporkan pada tahun 1993, dimana kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi vibriosis cukup serius (Rukyani et al. 1993).

              Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka perlu segera didapatkan cara penganggulangan penyakit dan mencegah makin meluasnya penyebaran penyakit dari satu areal budidaya ke areal yang lain. Untuk hal tersebut diatas maka tentu saja diperlukan beberapa dukungan. Dukungan tersebut antara lain adanya sistem perkarantinaan yang kuat serta yang diperkuat oleh peraturan dan perudang-undangan serta metoda analysis yang tepat. Data penyebaran penyakit dinegara ini perlu secara periodik dan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama untuk di perbaharui. Oleh karena itu maka monitorig penyakit di seluruh wilayang republik Indonesia perlu secara teratur dilaksanakan.

         Makalah ini bertujuan untuk membahas  dasar-dasar pemeriksaan penyakit ikan, tahap-tahap pekerjaan serta persiapan-persiapan yang harus dikerjakan dalam pemeriksaan penyakit ikan.

2.        DIAGNOSA PENY@KIT

                 Diagnosa artinya mengenali adanya ketidaknormalan pada ikan-ikan yang dibudidayakan serta  dilanjutkan dengan  mengidentifikasi agen penyebabnya. Tahapan diagnosa meliputi  pengenalan atau pengamatan terhadap kelainan–kelainan yang terdapat pada tubuh ikan  termasuk  juga kelainan perilaku.

             Ikan sakit secara visual bisanya ditujukkan dengan gejala klinis seperti: warna kusam atau pucat, sirip rusak/rontok, sisik lepas dan kadang tidak rapi, luka, pendarahan, produksi lendir berlebihan atau berkurang, tutup insang selalu terbuka dan warna lembar insang pucat, benjolan pada insang atau daging, mata menonjol, ukuran badan dan kepala tidak proporsional dan mungkin terjadi kelainan bentuk tubuh.

              Ikan yang kurang sehat biasanya menunjukkan perilaku yang menyimpang seperti: memisahkan diri dari kelompok, ikan sering menggosok-gosokkan tubuhnya pada benda-benda yang ada di sekelilingnya, frekwensi pernafasan meningkat dan lebih banyak berkumpul di sumber air masuk, pergerakan renangnya lamban dan kurang terarah dan nafsu makan berkurang (anorexia), serta diam di dasar atau menggantung di permukaan air.

            Diagnosa juga melakukan tindakan pengamatan dilapangan termasuk ada atau tidaknya kematian ikan, kalau ada  berapa banyak kematian tersebut dan pada ukuran ikan yang mana kematian tersebut terjadi. Pengamatan juga dilakukan pada kondisi lingkungan budidaya dan kondisi air seperti suhu, warna, kekeruhan, dan bau.

3.     TEKNIK SAMPLING

            Sampel ikan untuk keperluan diagnosa  penyakit ikan sebaiknya diambil secara periodic. Spesimen ikan yang diambil harus dapat mewakili populasi ikan yang hendak didiagnosa. Misalnya, pada populasi yang secara klinis telah menunjukkan adanya gejala infeksi patogen, maka sampel harus diambil (a) ikan yang kelihatan sehat, (b) ikan yang sakit dengan gejala klinis sangat jelas, dan (c) ikan yang baru mengalami kematian (30 – 60 menit).

            Frekuensi sampling sebaiknya terencana , misalnya setiap 1 bulan sekali untuk ikan-ik`n di kolam pembesaran, atau 3 - 6 bulan sekali untuk induk-induk ikan. Melalui program monitoring yang dilakukan secara teratur, maka munculnya kasus penyakit akan terdeteksi lebih dini.

            Seperti telah disebutkan diatas bahwa jumlah sample sebaiknya dapat mewakili populasi. Sebagai pedoman maka dapat mengikuti aturan yang telah dhsepakati bersama dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah ikan sample yang diperlukan  untuk ukuran populasi yng berbeda dan
  kepercayaan tingkat prevalensi infeksi.


Ukuran populasi
Jumlah ikan yang disampling dengan asumsi tingkat prevalensi
5%
10%
50
100
250
500
1.000
2.500
5.000
10.000
100.000
lebih dari 100.000
29
43
49
54
55
56
57
57
57
60
20
23
25
26
27
27
27
27
30
30
Sumber: McDaniel (1979).


4.        PENGAWETAN DAN TRANSPORTASI SAMPEL

1. Ikan hidup.
    Sampel ikan hidup akan lebih baik untuk segala macam keperluan seperti untuk pemeriksaan parasit, bakteri, jamur, maupun virus. Tenntu saja pengangkutan sample semacam ini memerlukan teknik tertentu. Teknologi pengankutan ikan hidup telah suda ada dan berkembang dinegara kita.

2. Ikan mati yang di es
   Ikan yang baru mati tidak lebih dari 60-90 menit dapat disimpan dalam refrigerator atau dalam es bok. Penyimpanan ikan harus terpisah untuk tiap individu supaya tidak lengket dan tidak terjadi kontaminasi antara ikan sehat dan ikan sakit. Pengiriman sample dapat dilakukan  secara langsung dengan menggunakan wadah termos atau es bok.

3. Ikan mati beku
    Ikan yang mati bisa saja dibekukan dengan menggunakan mesin pembeku (freezer), kemudian dikirim dalam keadaan beku. Sampel demikian dapat dugunakan bagi pemeriksaan  baik parasit, jamur, bakteri maupun virus. Namun sample tersebut tidak bisa dipakai untuk pembuatan preparat histology.

4. Ikan yang diawetkan dengan fiksatif.
   Ikan sample dapat dikirim dalam bentuk yang sudah diawetkan dengan menggunakan fiksatif. Adapun fiksatif yang dapat digunakan antara lain formalin, alkohol  70%. Sampel yang difiksasi dengan  formalin dapat digunakan bagi pemeriksaan parasit dan histopatologi, tapi tidak dapat digunakan bagi pemeriksaan bakteri, jamur dan virus. Sampel yang diawetkan dengan alcohol 70%  dapat digunakan bagi pemeriksaan parasit, virus dan mungkin histopatologi, namun tidak bisa dipakai bagi pemeriksaan jamur, dan bakteri. Sampel yang sudah diawetkan dengan menggunakan bahan fiksatif dapat dikirim bebas dengan menggunakan wadah yang aman.

5. Sampel jaringan yang terpisah
   Sampel juga dapat diawetkan secara terpisah tergantung keperluan, misal untuk pemeriksaan virus dapat hanya dengan mengirim ginjal, hati, limfa atau bagian badan yang diduga terinfeksi dengan menggunakan bahan fiksatif alcohol 70% atau “transport medium”. Sampel seperti tersebut diatas dapat juga difiksasi dengan formalin buffer bagi kepentingan pemeriksaan histipatologi


5.         CARA PEMERIKSAAN SAMPEL

1. Pemeriksaan parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan secara menyeluruh  termasuk ekto dan endoparasit. Pemeriksaan parasit pada kulit sirip dan insang dapat diamati melalui pembuatan preparat “smear” kemudian diamati dibawah mikroskope. Pemeriksaan endo parasit dapat dilanjtkan setelah kita melaksanakan  pembedahan ikan. Amati secara seksama kelainan dan adanya parasit dalam rongga perut dan pada organ dalam lain seperti ginjal hati kantung empedu, baik menggunakan mata telanjang maupun dengan bantuan mikroskope. Usus ikan kemudian dbuka untuk mengetahui ada atau tidaknya parasit terutama cacing. Korne mata juga sebaiknya dibedah untuk diamati ada atau tidaknya parasit.

2. Pemeriksaan Jamur
   Jamur dapat diisolasi dari kulit, sirip dan insang. Isolat kemudian ditanamkan diatas media jamur baik media umum maupun media specifik tergantung dari tujuannya. Untuk mendeteksi adanya jamur yang bersifat sistemik kita dapat mengambil isolat dari alat-alat dalam terutama ginjal dan limfa.

3. Pemeriksaan bakteri
   Bakteri luar dapat diisolasi dari bagian tubuh luar speri kulit sirip dan insang terutama yang menunjukkan gejala infeksi. Untuk baketri yang sistemik isolat dapat diambil dari  darah ikan atau alat-alat dalam seperti ginjal, limfa dan jantung. Isolat kemudian ditanamkan diatas media baik umum m,aupun spesifik, dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi baik dengan metoda biokimia ataupun dengan teknik serologis atau teknik lain yang lebih moderen.

4. Pemeriksaan  virus
   Isolat virus dapat diambil  baik organ luar maupun organ dalam yang diduga terinfeksi. Pengambilan isolat biasanya tergantung dari sifat infeksi virus. Karena masing-masing virus mempunyai target infeksi yang berlainan.  Sampel kemudian dianalisis berdasarkan metoda yang tepat baik dengan menggunakan “cell line”, serologis ataupun menggunakan tekhnik PCR.

5. Pemeriksaan histopatologi
   Pemeriksaan ini berdasarkan pada perubahan-perubahan yang ada pada jaringan tertentu yang diakibatkan karena adanya infeksi suatu penyakit. Perubahan struktur jaringan ada yang secara umum dan ada pula yang spesifik bagi suatu patogen.  Biasanya sebelum bisa diamati jaringan tersebut perlu diproses terlebih dahulu dengan teknik tertentu dan dicat dengan pengecatan yang diperlukan tergantung kebutuhan.






Daftar Pustaka

Andrews, C., A. Exell  and N. Carrington. 1988. The Intervet Manual of Fish Health.
              Salamander Books Ltd. London.

Austin, B and D.A. Austin. 1987. Bacterial Fish Pathogens: Disease in farmed and wild
fish.John wiley and Son. New York. p.70.

Post, G. 1983. Textbook of Fish Health.TFH Publication, Inc. Ltd.
Rukyani, A; P. Taufik and A. Poernomo. 1993. Penyakit dipertambakan udang.
 Warta Penelitian Jakarta.

Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City, New Jersey.

Snieszko, S.F. 1973. The effect of environmental stress on outbreak of infection diseases of fishes. J. Fish. Biol. (6) : 197‑208.



No comments: