Saturday, October 6, 2012

LAPORAN BIOLOGI LAUT

LAPORAN BIOLOGI LAUT












FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 
2010







                       1.    PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

            Menurut Nybakken (1988 ),
zona Intertidal ( Pasang Surut ) merupakan daerah terkecil yang terdapat di samudra dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali hanya beberapa meter luasnya terletak diantara air tinggi dan air rendah. Zona ini merupakan bagian laut yang mungkin paling banyak dikenal dan dipelajari karena sangat mudah di capai oleh manusia. Hanya didaerah inilah penelitian terhadap organisme perairan dapat dilaksanakan secara langsung selama periode air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus.

            Kalau daerah Intertidal merupakan tempat pertemuan darat dan laut, maka estuari merupakan tempat pertemuan air tawar dengan air asin. Tempat ini berperan sebagai daerah peralihan antara kedua ekosistem akuatik di planet bumi. Estuari sudah dan tetap berhubungan erat dengan manusia. Berbeda dengan eketon atau daerah peralihan yang lain, estuari sangat miskin spesies organisme permanen ( Nybakken,1988 ).

            Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh dimuara sungai,daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dan ciri-ciri tumbuhan yang hidup didarat dan laut, umumnya     mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas ( pneumotofor ). sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahan anaerob ( Prajitno,2007 ).

  
1.2 Maksud dan Tujuan
     
Maksud
Adapun majsud diadakannya praktikum biologi laut ini yaitu termasuk mengenalkan dan mengetahui zona – zona yang ada di wilayah perairan seperti zona  mangrove, zona Intertidal dan zona Estuari. Selain itu mengenalkan dan mengetahui biota – biota yang ada di zona mangrove, zona estuari, dan zona intertidal.

            Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum biologi laut ini yaitu untuk mengetahui dan mengidentifikasi biota – biota yang ada di dalam zona mangrove dan zona    intertidal serta mengetahui tentang keadaan suhu, PH, DO , kecerahan, kedalaman dan salinitas pada zona estuari.

1.3 Waktu dan Tempat

            Waktu
            Praktikum Biologi Laut dilaksanakan pada tanggal 24 April 2010 pukul 06.00 -15.30 WIB di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang dan tanggal 25 April 2010 di Laboratorium ilmu – ilmu Perairan ( IIP ) Fakultas Perikanan  dan ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

Tempat
            Tempat yang digunakan dalam praktikum Biologi Laut ini yaitu praktikum lapang dan praktikum laboratorium. Praktikum lapang dilaksanakan di Pantai Kondang Merak,kabupaten Malang. Sedangkan praktikum laboratorium dilaksanakan di laboratorium ilmu – ilmu Perairan ( IIP ) Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.                   
           





2.TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Zonasi
     2.1.1 Intertidal
          a. Pengertian Zona Intertidal
              Menurut Nybakken (1988), zona intertidal (pasang surut ) merupakan daerah terkecil dari semua daerahyang terdapat di samudra dunia , merupakan pinggiran yang sempit sekali hanya beberapa meter luasnya terletak diantara air tinggi dan air rendah.
              Menurut Anonymous (2009), zona Intertidal (pasang surut ) adalah bagian dari pantai dan laut . Kadang dikenal sebagai zona daerah pesisir .Merupakan area yang ditunjukan ke angkasa pada air surut dan menyelam pada pasang naik .Area ini merupakan suatu potongan sempit ,seperti di Pulau Pasifik yang hanya mempunyai cakupan pasang surut sempit atau garis pantai yang berhubungan dengan pasang surut tinggi.

          b. Faktor – faktor di Zona Intertidal
·    Pasang surut
Naik dan turunnya permukaan laut periodik selama suatu interval     waktu
tertentu disebut pasang surut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang mengaruhi kehidupan di zona intertidal .Tanpa adanya pasang surut atau hal-hal lain yang menyebabkan , naik dan turunnya permukaan air secara periodik , zona ini tidak akan seperti itu , dan faktor-faktor akan kehilangan pengaruhnya . Ini disebabkan kisaran yang luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsungyang bergantian antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan yang terendam air . Jika tidak ada pasang surutnya ,fluktuasi yang besar ini tidak akan terjadi (Nybakken 1988).
              Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut setiap hari . Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali surut disebut pasang surut tunggal , jika terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dalam satu hari disebut pasang surut ganda . Pasang surut peralihan antara tunggal dan ganda disebut” pasang surut campuran” (Prajitno , 2007).
  
·    Suhu
Kisaran perubahannya kecil , karena sifat fisiknya , seperti di lautan , biasanya jarang melebihi lethal organisme . Di daerah intertidal biaanya dipengaruhi oleh suhu udara selama periode berbeda-beda , suhu mempunyai kisaran luas baik secara harian / musiman. Kisaran ini dapat melebihi batas toleransi (Prajitno 2007).

              Jika pasang surut terjadi ketika suhu udara minimum (daerah sedang-dingin, kutub) atau ketika suhu udara maximum (tropik), batas lethal dapat terlampaui dan organisme dapat mati. Walaupun kematian tidak segera terjadi, organisme akan menjadi semakin lemah karena suhu yang ekstrim sehingga tidak dapat menjalankan kegiatan seperti biasa dan akan mati karena sebab sekunder. Suhu juga mempunyai pengaruh yang tidak langsung.Organisme laut dapat mati karena kehabisan air.Kehabisan air dapat dipercepat dengan meningkatnya suhu (Nybakken, 1988).

·    Gerakan Ombak
              Di zona intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Aktivitas ombak mempengaruhi kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama. Pertama, pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena.Pada pantai-pantai yang terdiri dari pasir atau kerikil, kegiatan ombak yang besar dapat membongkar substrat di sekitarnya, sehingga mempengaruhi intertidal.Ini terjadi karena penghempasan air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan dengan yang terjadi pada saat pasang surut yang normal (Nybakken, 1988).

·    Gelombang
              Gelombang   dibagi menjadi :
1. Ombak terjun biasanya terlihat di pantai yang lautnya terjal. Ombak ini     menggulung tinggi, kemudian jatuh dengan bunyi yang keras dan bergemuruh.
2  Ombak landau terbentuk di pantai yang dasar lautnya landau. Pada waktu ombak menyerbu pantai, pada bagian depannya terdapat sebaris buih yang senantiasa berjatuhan. Ombak landau selamanya berada dalam keadaan hamper pecah. Berkurangnya ke dalam air tidak secara mendadak, sehingga ombak bergulung ke pantai agak jauh sebelum pecah (Prajitno, 2007).

·    Salinitas
              Perubahan salinitas yang dapat mempengaruhi organisme terjadi di zona intertidal melalui 2 cara. Pertama, karena zona intertidal terbuka saat pasang surut dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat, akibatnya salinitas akan sangat turun. Yang kedua, ada hubungannya dengan genangan pasang surut, yaitu daerah yang menampung air laut ketika pasang surut.Daerah ini dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga menurunkan salinitas atau dapat memperlihatkan kenaikan salinitas jika terjadi penguapan sangat tinggi pada siang hari (Nybakken, 1988).

          c. Biota pada Zona Intertidal
              Pada kawasan intertidal banyak didominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti beberapa jenis kepiting dan atau mengubur diri ke dalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) dan cacing pantai (Annelida). Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membenamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan daerah subtidal yang didominasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna) (Wirahman, 2009).
                                                                                
              Komposisi spesies penyusun makrobentos di zona intertidal Desa Angkatan dan Desa Bilis-Bilis adalah spesies dari phylum Annelida (Polychaeta), phylum Mollusca (Bivalvia), phylum Anthropoda (Crustacea, Amphipoda) dan phylum Sipunculan, Montipora sp umunya ditemukan dengan bentuk koloni yang submassive, laminar, foliaceous, encrusting atau banching. Memiliki koralit yang sangat kecil.Tidak memiliki kolumella.Septa menuju ke dalam dengan dinding koralit terpisah dengan konesteum tapi juga kadang-kadang menyatu.Koloni memiliki waran coklat keabu-abuan, kadang-kadang warnanya lebih muda di sepanjang tepinya.Umumnya terdapat pada daerah intertidal terutama di puncak karang.Cymodoceamotundata adalah salah satu jenis yang dominan pada zona intertidal (Prajitno, 2007).


 2.1.2  Mangrove

a.   Pengertian Zona Mangrove
Menurut Nontji (2002), hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Acap kali ia disebut pula sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau.

              Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gemburan ombak dan daerah yang landau.Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur (Dahuri.dkk, 2001).

              Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas raw-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik (Anonymous, 2009).

b.   Biota Pada Zona Mangrove
              Mangrove di Indonesia dikenal mempunyai keragaman jenis yang tinggi, seluruhnya tercatat sebanyak 89 jenis tumbuhan, 35 jenis diantaranya berupa pohon dan selebihnya berupa terna ( 5 jenis). Beberapa contoh mangrove yang dapat berupa pohon antara lain Bakau (Rhizopora), Api-api (Aurtennia), Pedada (Soneratia), Tanjang (Bruguinera), Nyirih (Xylocarpus), Tengas (Ceriops), Buta-buta (Extoecaria) (Nontji, 2002).

              Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuhan-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizopora, Bruguinera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Accostichum.Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceros, Scyphyphoka dan Nypa (Soerianegara, 1993).
  
c.   Susunan Tanaman Perairan ke Daratan di Mangrove
              Backer dan Vander Brink (1968), menyatakan tumbuhan penyusun mangrove meliputi genera Rhizopora, Bruguinera, Certop, Sonneratia, Aegiceros, Lumnitzera, Aerostichum, Achantus, Avicennia, Xylocarpus, Heritiera, Carbero dan Nypa. Secara umum zonasi mangrove daerah Indo-Pasifik mulai dari tepi laut ke daratan yaitu zona Avicennia yang berasosiasi dengan Sonneratia, tumbuh di daerah yang tergenang pada pasang –naik sampai batas pasang tertinggi.Zona berikutnya adalah zona Bruguinera yang tumbuh pada daerah pasang tertinggi saat bulan purnama.Zona terakhir adalah zona Ceriops, suatu asosiasi semak.Zona Ceriops tidak selalu ada dan sering berasosiasi dengan pohon-pohon zona Bruguinera (Prajitno, 2007).

              Di depan yang menghadap ke dalam zona berikutnya adalah zona Bruguinera. Pohon-pohon genus ini berkembang pada sedimen yang lebih berat (tanah liat) pada tingkat air pasang purnama yang sangat tinggi. Zona mangrove yang terakhir, suatu asosiasi dari semak yang kecil=kecil. Bila ada ini adalah zona yang variable dan kenyatannya dapat bergabung dengan pohon-pohon dari zona Bruguinera (Nybakken, 1988).

d.   Manfaat  Ekosistem Mangrove
              Menurut Prajitno (2007), hutan mangrove merupakan daerah yang memiliki arti penting, yang memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia dan alam. Hutan mangrove tidak saja bermanfaat karena menghasilkan kayu, namun lebih dari itu yaitu sebagai penyangga ekosistem laut maupun daratan.Ekosistem hutan bakau sebagian besar terbentuk dari pohon bakau yang terdapat di sepanjang garis pantai, baik di daratan maupun yang terdapat di perairan dangkal.Bakau bertindak sebagai tempat perawatan dan mencari makan bagi ikan dan udang muda dan menyediakan habitat untuk udang-udangan, Mollusca, buaya muara dan ular.Manusia uga memperoleh keuntungan dari hutan bakau dengan memiliki air laut yang jernih, sumber makanan laut, bahan bangunan, makanan, bahan bakar dan obat-obatan.

              Daerah-daerah bakau juga berguna untuk tempat pembesaran udang Penaeid dan ikan-ikan seperti Belanak yang melewatkan masa awal hidupnya.Pada daerah ini sebelum berpindah ke lepas pantai (Nybakken, 1988).

           e. Kebijakan Hutan Mangrove di Indonesia.

              Kebijakan hutan mangrove di Indonesia menurut Sunray, (2010 ) yaitu :
          Berdasarkan Undang –Undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan dan oleh karena itu maka pemerintahan bertanggung jawab dalam pengolahan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan dan keadilan kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan(Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove, kepada setiap orang yang memiliki, pengelolaan atau memanfaatkan hutan keritis atau produksi wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konserfasi(Pasal 43).

          Berdasarkan Undang-Undang nomer 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan peraturan pemerintah nomer 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan pemerintah propinsi, maka kewenangan pemerintah pusat dalam rehabilitasi hutan dan lahan (termasuk hutan mangrove) hanya terbatas menetapkan pola umum rehabilitasi hutan dan lahan.

         Pemerintah Indonesia melalui departemen perhutanan mengeluarkan beberapa kebijakan (policy) yang diharapkan mampu menyelamatkan kekayaan alam berupa hutan tropis yang tersebar diseluruh nusantara, salah satu kebijakannya adalah tentang upaya penyelamatan hutan mangrove yang selanjutnya pada tahun 1992 dibentuk pusat informasi mangrove (Mangrove Information Center) (Iqbal,2010).

          f. Rantai Makanan di Mangrove
              Menurut Prajitno (2007), rantai makanan di mangrove adalah unsur hara dan sejumlah besar bahan organik di hutan mangrove ini sebagian besar berasal dari luruhan daun-daun mangrove serta organisme yang telah mati dan diuraikan mikroorganisme. Aktivitas penguraian bahan organik dan anorganik tidak akan pernah terjadi tanpa bantuan mikroba saprofit. Bahan yang telah terurai ini selanjutnya akan diserap oleh makhluk autotroph sebagai produsen primer yang sebagian diantaranya berupa mikroba. Organisme autotrof akan dikonsumsi oleh sekelompok hewan autotrof untuk mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan fosfor. Keberadaan bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam penyediaan pemakan detritus ini pada gilirannya akan dimakan oleh ikan-ikan dan crustacea lainnya.

               Menuru  Accentarigan (2010), pada ekosistem mangrove ini, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus. Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dari ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritifor) menghasilkan detritus. Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai organisme pemakan deposit seperti Mollusca, kepiting dan cacing Polychaeta.

1.1.2  Estuaria
a.   Pengertian Zona Estuaria
Menurut Dahuri.dkk (2001), estuaria adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan air laut bertemu dan bercampur.Kebanyakan estuari didominasi oleh substrat berlumpur.Substrat berlumpur ini merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut.Di antara partikel-partikel yang mengendap di estuari kebanyakan bersifat organik. Akibatnya substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan inilah yang menjadi cadangan makanan yang sebar bagi organisme estuaria.
              Estuaria merupakan tempat pertemuan antara air tawar dan air asin.Tempat ini berperan sebagai daerah peralihan antara kedua ekosistem akuatik di planet bumi ini.Estuari sudah dan tetap berhubungan erat dengan manusia, karena banyak kata utama di dunia dibangun di estuari. Berbeda dengan ekoton atau daerah peralihan yang lain, estuari sangat miskin akan spesies organisme permanen (Nybakken, 1988).

              Estuaria adalah suatu daerah dimana air tawar dari sungai dan air asin dari laut bertemu dan sebagai perairan semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut.Di estuari pasut sangat dominan pengaruhnya dibandingkan dengan arus yang ditimbulkan oleh angina dan gelombang (Anonymus, 2009).

b.   Biota pada Zona Estuari
              Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30%, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan karang (Ostrea, Scrobicoloria), siput kecil Hydrobia, udang : Palaeomenetes, dan cacing Polycaetaneries. Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeous, misalnya menghabiskan masa Jouvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan Salem (Salmo onchorhynchus) ke laut atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari makanan (Yuliana, 2009).

·    Komposisi Fauna
              Menurut Nybakken (1988), ada tiga komponen fauna estuaria yaitu lautan, air tawar dan air payau atau estuari. Komponen fauna lautan ini merupakan yang terbesar dalam jumlah spesies dan terdiri dari dua sub kelompok. Binatang laut stenohallin merupakan tipe yang tidak mampu atau mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mentolerir perubahan salinitas.

·    Vegetasi Estuari
              Di daerah hilir estuari dan dibawah tingkat pasang turun rata-rata mungkin terdapat padang rumput-rumputan laut (Zostera, Thalasia, Cymodecea). Dataran lumpur intertidal ditumbuhi oleh sejumlah kecil spesies algae hijau.Genera yang umum meliputi Ulva, Enteromorpha, Chaetomarpha, dan Cladophora. Algae hijau ini bersifat musiman, melimpah pada suatu musim dan tidak tampak di musim yang lain.

·    Plankton Estuari
              Genera diatom yang dominan termasuk Skeletonema, Asterionella, chaetoreses, Nitzchia, Thalassionema dan Melosima.Genera dinoflagelata yang melimpah termasuk gymnodium, ganyaluax, peridinium, dan cerathum. Zooplankton estuari yang khas meliputi spesies dari genera koepepoda eurytemora acartia, pseudodiaptomus dan centopages : misalnnya spesies dari genera neomysis, praunus dan mesopodopsis dan amfopoda tertentu misalnya spesies dari gamarus.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Organisme dan  Keanekaragaman Populasi.
      2.2.1  Intertidal
            Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi zona intertidal menurut Nybakken, (1988) :

a.    Pasang Surut
Naik dan turunya permukaan air laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu disebut pasang surut . Pasang surut merupakan faktor yang paling penting yang memepengaruhi kehidupan di zona intertidal . Tanpa adanya pasang surut atau hal-hal yang lain yang menyebabkan naik atau turunya permukaan air secara periodik .

b.    Suhu
Daerahintertidal biasanya dipengaruhi oleh suhu udara selama periode yang berbeda-beda , dan suhu ini memepunyai kisaran yang luas , baik secara harian maupun musiman.

c.    Gerakan Ombak
Di zona intertidal , gerakan ombak mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme dan komonitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainya. Pengaruh ini terlihat nyata baik secara langsung maupun tidak langsung .

d.    Salinitas
Perubahan salinitas yang dapat memepengaruhi organisme terjadi di zona intertidal melalui 2 cara :
1.    Karena zona intertidal terbuka pada saat pasang turun dan kemudian di genangi air atau aliran air.
2.     karena hujan lebat , akibatnya salinitas akan sangat turun.

       e.   Faktor –Faktor Lain
Menurut Prajitno, (2007) dalam beradaptasi ada 2 cara yang dilakukan:
1.    Menggali subtract sampai kedalaman tertentu yang tidak dipengaruhi gelombang . Contoh : Kerang (Tivelas shilterum ) beberapa hewan juga dapat mengembangkan cangkang yang berat agar tetap di dalam subtrat. Jika ada badai yang kuat dan gelombang yang besar akan dapat melemparkan hewan ini , sehingga dapat berpengaruh terhadap bentuk .
2.    Kemampuan menggali dengan cepat , segera setelah gelombang datang memindahkan hewan dari subtrat , Contoh : Cacing annelid , Kerang kecil , dan Crustacea , kepiting kecil .
Faktor lingkungan yang dominan pada pantai berpasir adalah gerakan ombak yang membentuk subtrat yang tidak stabil dan terus bergerak . Jika organisme ingin mendiami daerah ini harus beradaptasi dengan subtract yang tidak atabil dan terus bergerak (Nybakken, 1988).


2.2.2        Mangrove
Adapun factor yang mempengaruhi zona Mangrove menurut Nybakken, (1988) :
a.    Gerakan air yang minimal
Kurangnya gerakan air ini mempunyai pengaruh yang nyata ,gerakan air lambat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar .
b.    Pasang Surut
Kisaran pasang surut dan tipenya bervariasi bergantung pada keadaan geografi bakau . Magal berkembang hanya pada perairan yang dangkal dan daerah intertidal sehingga sangat dipengaruhi oleh pasang surut .
             Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi .Mereka tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi. Fluktuasi salinitas yang luas dan tanah yang anaerob , salah satu factor yang paling penting dalam adaptasi fosiologis tersebut adalah system pengudaraan di akar –akarnya ,tidak semua tumbuhan memperoleh oksigen untuk akar-akarnya, dari tanah yang mengandung oksigen dan harus memperoleh hamper seluruh oksigen untuk akar-akarnya dari atmosfer (Prajitno , 2007).

2.2.3      Estuari
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi zona estoari menurut Nybakken, (1988) diantaranya :

a.    Salinitas
Secara definitif , suatu gradient salinitas akan tampak pda suatu saat tertentu , tetapi pada gradient bervariasi bergantung pada musim , topografi estuari , pasang surut dan jumlah air tawar .

b.    Pasang surut
Pasang surut merupakan salah satu kekuatan .tempat  yang perbedaan pasang surutnya cukup besar , pasang naik mendorong air laut jatuh ke hulu estuari ,menggeser isohaline ke hulu .Pasang turun sebaliknya , menggeser isohaline ke hilir .

c.    Subtrat
Kebanyakan estuary didominasi oleh subtrat berlumpur yang sering kali sangat lunak .substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuary baik oleh air laut maupun air tawar .

d.    Suhu
Suhu air di estuary lebih bervariasi daripada perairan pantai didekatnya .

   e   Gerakan ombak dan arus
       Dangkalnya perairan estuari pada umumnya juga jadi penghalang bagi  terbentuknya ombak yang besar . Arus di estuari terutama disebabkan oleh kegiatan pasang suruit dan aliran sungai .

   f.   Kekeruhan
       Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuari ,setidaknya pada waktu tertentu dalam setahun , air menjadi sangat keruh , kekeruhan tertinggi terjadi saat aliran sungai maxsimum.

g. Oksigen
          Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari bersama-sama dengan kedangkalannya, pengadukannya dan percampurannya oleh angin biasanya , berarti cukupnya persediaan oksigen di dalam kolam air .

        Menurut Prajitno (2007), kombinasi pengaruh air laut dan air tawar di estuari akan menghasilkan suatu korunitas yang khas , dengan kondisi lingkungan yang bervariasi , antara lain :

  1. Tempat bertemunya arus air sungai arus pasang surut yang berlawanan Menyebabkan suatu pengaruh yang sangat kuat pada sedimentasi , percampuran air ,dan ciri-ciri fisika lainya ,serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
  2. Percampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut
  3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan   komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
  4. Tingkat kadar garam di daerah estuari tergantung pada pasang surut air laut banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain , serta topografi daerah estuai tersebut karena adanya system ekologi di daerah estuari ,dengan adanya kadar garam yang berbeda –beda.

   
2.3 Kualitas Air
   2.3.1  PH
             PH merupakan suatu ekspresi dari konsenrasi ion hydrogen (H+) di dalam air  ( Anonimous , 2010 )
            PH, suatu nilai yang dihitung dari logaritma negative konsentrasi ion hydrogen dalam larutan asam atau basa . Larutan dengan PH = 7 adalah netral , lebih kecil dari 7 adalah asam  lebih besar dari 7 adalah basa  ( Hadiat , 1996).

2.3.2 Suhu
Suhu adalah ukuran derajat panas suatu benda . Ukuran keadaan benda yang menentukan kecepatan benda itu menerima atau melepaskan kalor terhadap sekelilingnya yang keadaanya berbeda dengan keadaan benda itu .(Hadiat,1996 ).
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi penyebaran jasat-jasat laut . Jast-jasat yang mampu mempertenggangkan jangka suhu yang nisbi , di istilahkan sebagai euritermal yang terbatas kepada jangka suhu yang sangat sempit disebut stenotermal . Beberapa jenis diantaranya lebih euritermal pada tahap-tahap lain (Annaughyey & Zottoli,1983)

2.3.3 Salinitas
            Sifat osmosis dari air laut berasal dari seluruh jumlah garam-garam yang terlarut . Hal ini umumnya dinyatakan menurut ekuivalen natrium klorida atau kadar garam  ( salinitas ) banyaknya natrium klorida yang kiranya memberikan sifat osmosis yang sama .Jadi salinitas 32 % . kiranya ekuivalen dengan larutan 32 gram NaCl / 1000 ml , yaitu larutan 3,2 % natrium khlirida ,dipandang dari segiosmosis. Cara yang paling mudah untuk mengukur salinitas menggunakan refraktometer  berkalibrasi yang dibaca sebagai salinitas pada suhu standart dan mengadakan koreksi untuk suhu air yang sebenarnya . Metode  ini kurang teliti daripada titrasi ,tetapi memadai untuk banyak tujuan (Mc connaughey ,1983 )
            Rata-rata salinitas laut sekitar 35‰ , Laut terbuka bervarietas secara relative kecil ,antara sekitar 33‰ dan 37‰ tergantung sebagian besar pada keseimbangan antara evaporasi dan percepatan . Sebagian batas laut kemungkinan lebih banyak salinitas ekstrim (Castro dan Huber ,2003 ).


2.3.4 DO ( Dissolved Oksigen )
            Menunjukan kandungan oksigen terlarut dalam air .Kejenuhan oksigen atau oksigen terlarut (DO ) adalah relative mengukur jumlah oksigen yang larut atau dibawa dalam satu media (Anonimous, 2009)c
            Oksigen terlarut sangat penting bagi pernapasan organisme –organisme akuatik . Kelarutan oksigen oksigen dipengaruhi oleh faktor suhu . Pada suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan pada suhu rendah dan pada suhu rendah kelarutan O2 tinggi . Tiap-tiap biota akuatik mempunyai kisaran yang berbeda-beda terhadap konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan (Muqorrobin,2010).

2.3.5  Kecerahan.
          Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut dari kandungan sedimen yang dibawa aliran sungai dan juga karena kandungan zat organik dan anoraganik yang ada di laut. Pada laut yang keruh radiasi matahari yang dibutuhkan oleh proses foto sintesis tumbbuhan laut dan karang juga kurang di bandingkan laut yang jernih. Diperairan yang dalam dan jernih fotosintesis dapat mencapai 200 m, sedangkan air yang keruh mencapai 15 ­­– 40 m. .Air yang jernih merupakan habitat yang baik untuk tumbuhnya terumbu karang dari cangkang binatang koral (Hikmatulmaula, 2009).
            Kecerahan adalah besarnya intensitas cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan tersuspensi seperti rumput, pasir, bahan organic dan mikroorganisme termasuk plankton. Semakin tinggi tingkat kecerahan suatu perairan maka makin tinggi pula kecerahan yang masuk ke dalam air, sehingga lapisan air yang produktif akan semakin lebih stabil (Apriani, 2010).





3. METODOLOGI


3.1.   Fungsi  Alat dan Bahan
3.1.1 Fungsi Alat
A. Zona intertidal
-          Transek kuadrat(1X1M)        :   untuk menentukan daerah pengambilan sampel.
-          Cetok                                    : untuk mengambil organisme pada pasir maupun lumpur.
-          Seser                                     :   untuk mengambil biota di perairan.
-          Ember                                   :   untuk tempat biota.
-          Selang aerator                      :   untuk membantu menentukan sudut 90derajat antara tali raffia dengan tongkat skala.
-          Tongkat skala                        :   untuk membantu mengukur kedalaman pada zona intertidal.
-          Bolpoin                                  :   untuk mencatat biota-biota yang ada di zona intertidal serta menandai kertas label.
-          Kamera digital                       :   untuk mengambil gambar biota-biota yang ada di zona intertidal.

B. Zona Estuari
-          Termometer                          :   untuk mengukur suhu.
-          Botol DO                               :   sebagai wadah air atau sampel air yang akan ditentukan DO-nya.
-          Refraktometer                      :   untuk mengukur salinitas air.
-          Sechi disk                             :   untuk mengukur kecerahan perairan.
-          Pipet tetes                             :   untuk mengambil larutan dan mengambil air dalam jumblah sedikit.
-          Kotak standart                       :   untuk menentukan nilai pH.
-          Water sampler                       :   untuk mengambil sampel air di dasar perairan.




C. Zona Mangrove
-          Transek kuadrat(1X1M)        :   untuk menentukan daerah pengambilan sampel.
-          Cetok                                    : untuk mengambil organisme pada pasir maupun lumpur.
-          Seser                                     :   untuk mengambil biota di perairan.
-          Ember                                   :   untuk tempat biota.
-          Kamera digital                       :   untuk mengambil gambar biota-biota yang ada di zona intertidal.

D. identifikasi di laboratorium
-          Buku identifikasi                    :   untuk membantu mengidentifikasi biota yang telah ditemukan.
-          Jangka sorong                      :  untuk mengukur panjang, lebar dan lebar serta identifikasi biota.
-          Alat tulis                                 :   untuk mencatat panjang, lebar dan tebal biota.
-          Nampang                              :  untuk meletakkam biota yang sudah di ambil pada praktikum lapang.
-          Pipet tetes                             :   untuk mengambil larutan dalam jumblah sedikit.
-          Buret                                     :   sebagai tempat lrutan titrasi.
-          Statif                                      :   sebagai tempat penyangga buret.


3.1.2 Fungsi Bahan
A. Zona intertidal
-          Kertas label                           :   untuk menandai stasiun penemuan biota.
-          kantomg kresek                    : sebagai tampat sementara biota yang telah dimasukan di dalam plastik.
-          Kantong plastik                     :   sebagai tempat sementara biota yang sudah di temukan.
-          Karet gelang                          : menandain tali yang di gunakaan untuk mengukur kecerahan dan mengikat plastik.
-          Tali rafia 30m                        :   untuk meengukur ketinggian dan menentukan kelandaian pantai.

B. Zona Estuari
-          Aquades                                :   untuk membersihkan kaca refratometer.
-          MnSO4                                 :   untuk mengikat O2.
-          NaOH + Ki                            :   untuk melepas I2 dan membentuk endapan coklat.
-          pH paper                               :   untuk menentukan nilai pH.
-          Tissue                                    :   untuk mengeringkan lensa optik.
-          Air sampel                             :   sebagai objek yang akan di ukur kualitas airnya.

C. Zona Mangrove
-          Kertas label                           :   untuk menandai stasiun penemuan biota.
-          Kantong kresek                   : sebagai tampat sementara biota yang telah dimasukan di dalam plastik.
-          Kantong plastik                     :   sebagai tempat sementara biota yang sudah di temukan.
-          Karet gelang                          : menandain tali yang di gunakaan untuk mengukur kecerahan dan mengikat plastik.


D. Laboratorium
-          Sampel biota                         :   sebagai objek yang akan di ukur panjang, lebar dan tebal tubuhnya.
-          Kertas                                    :   sebagai bahan mencatat identifikasi dan hasil dari pengukuran panjang, lebar dan tebal suatu 




4.2       Analisa Prosedur dan Analisa Hasil
4.2.1    Mangrove
            a. Analisa ProsedurPada pengamatan zona mangrove, yang menjadi pengamatan adalah organisme yang hidup di dalamnya. Hal yang pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan belt transek yang digunakan sebagai pembatas area yang akan diamati. Transek diletakkan disembarang tempat asal dalam wilayah tersebut terdapat organisme. Di dalam satu transek itu ada beberapa stasiun da yang dipakai untuk mengamati organisme hanya lima stasiun, dan tanah yang di dalam stasiun digali menggunakan cetok untuk mendapatkan organisme yang hidup di dalamnya. Setelah organisme didapat, lalu organisme dimasukkan kedalam kantung plastik sebagai media hidup organisme. Setelah diambil dari wilayah asal. Plastik merupakan tempat penyimpanan sementara bagi organisme yang ditentukan. Kemudian plastik yang berisi organisme di beri label agar tidak tertukar dengan organisme yang berasal dari traksek lain.

            b. Analisa Hasil
            Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada zona mangrove diperoleh hasil sebagai berikut yaitu pada stasiun 10 transek 1 di dapat organisme berupa kepiting dengan jumlah 4 ekor dan keong berjumlah 17 ekor. Pada transek 2 di dapat organisme berupa kepiting dengan jumlah 4 ekor dan keong berjumlah 7 ekor. Pada transek 3 diperoleh kepiting berjumlah 12 ekor, keong berjumlah 7 ekor dan klomang berjumlah 2 ekor. Kemudian pada transek 4 diperoleh kepiting berjumlah 1 ekor, keong berjumlah 5 ekor dan ditemukan juga pohon bakau berjumlah 2 pohon. Lalu pada transek 5 diperoleh kepiting berjumlah 2 ekor dan keong berjumlah 15 ekor.
            Menurut Nontji (2002), mangrove di Indonesia dikenal mempunyai keragaman jenis yang tinggi, seluruhnya tercatat sebanyak 89 jenis tumbuhan, 35 jenis diantaranya berupa pohon dan selebihnya berupa terna (5 jenis), perahu (9 jenis), liana (9 jenis) epifit (29 jenis) dan parasit (2 jenis). Beberapa contoh mangrove yang dapat berupa pohon antara lain bakau (Rhizopora), api-api tengas (ceriops), buta-buta (excoecaria).


4.2.2    Pantai
            a. Analisa Prosedur
            Pada pengamatan di pantai, objek pengamatan adalh organisme dan kelandaian pantai. Untuk pengamatan organisme dilakukan menggunakan metode transek kuadrat. Pertama transek dilatakkan pada ujung pantai kira-kira 25 meter. Penempatan transek di pindah-pindah sebanyak 10 kali dengan jarak transek ini untuk memperoleh keanekaragaman organisme yang berada di wilayah pantai. Kemudian pada stsiun 1 sampai 10 di gali menggunakan cetok untuk memperoleh organisme yang hidup di bawahnya. Setelah organisme di dapat, organisme tersebut dimasukkan ke dalam kantung plastik. Plastik merupakan tempat penyimpanan sementara bagi organisme yang diambil. Kemudian setiap plastik yang berisi organisme diberi label agar tidak tertukar dengan organisme dari transek lain. Sebelum organisme dimasukkan dalam plastik organisme difoto terlebih dahulu menggunakan kamera untuk dokumentasi.

            b. Analisa Hasil
            Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di pantai diperoleh hasil sebagai berikut, pada stasiun 1 sampai 3 tidak ada biota pada transek 1,2,3,4 dan 5. Lalu pada stasiun 4, transek 5 terdapat kepiting berjumlah 1 ekor. Pada stasiun 5 tidak terdapat biota di transek 1,2,3,4 dan 5. Pada stasiun 6, terdapat lumut di transek 3 dan 5. Pada stasiun 7 terdapat lumut di transek 1,2,3,4 dan 5. Pada stasiun 8 terdapat lumut di transek 3,4 dan 5. Pada stasiun 9 terdapat lumut di transek 1,2,3,4 dan 5. Kemudian pada stasiun 10 terdapat lumut di transek 1,2,3 dan 4.
            Menurut Wirahman (2009), pada kawasan intertidal banyak didominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti jenis kepiting dan atau mengubur diri ke dalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) dan cacing pantai (Annelida). Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membenamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan daerah subtidal yang didomonasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna).



4.2.3    Estuaria
            a. Analisa Prosedur
1)    Suhu
Pada pengamatan suhu menggunakan alat yaitu termometer. Thermometer dicelupkan kewilayah perairan selama 2 menit dengan membelakangi matahari dan pada saat pencelupkan thermometer tidak boleh terkena dengan alat tersebut dimaksudkan karena suhu dan panas matahari akan mempengaruhi suhu yang ditunjukkan thermometer pada saat di dalam air dan dicatat hasilnya. Jika pada saatdi dalam air thermometer tidak menunjukkan suhu, thermometer tersebut di angkat dengan cepat dan bibaca hasilnya hal ini dilakukan agar tidak terjadi penurunan atau penambahan suhu akibat terkonsentrasi dengan cahaya matahari. 

2)    Salinitas
Pada pengamatan salinitas alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu refraktometer. Pertama , kaca refraktometer dibersihkan dengan akuades kemudian di usap dengan tisu satu arah agar kaca tidak tergores. Air sampel diambil dan diteteskan pada kaca refraktometer 1-2 tetes kemudian penutup kaca refraktometer ditutup dengan kemiringan 450 agar tidak ada gelembung. Refraktometer diamati dengan cara diarahkan pada cahaya dan dibaca skala salinitas di sebelah kanan, kemudian dicatat hasilnya.

3)    pH
Pada pengamatan pH, dilakukan dengan menggunakan Ph paper. Ph paper dicelupkan di wilayah perairan. Dicelupkan selama 2 menit, kemudian diangkat dan dikibas-kibaskan hingga setengah kering, kemudian dicocokkan dengan menggunakan kotak standart pH paper untuk mengetahui nilai pH di perairan kemudian diperoleh nilai Phnya dan dicatat hasilnya.

4)    Kecerahan
Pada pengamatan kecerahan alat yang digunakan adalah secchi disk dibawa ke perairan kemudian ditenggelamkan. Pada saat penenggelaman secchidisk, warna hitam dan putih yang ada pada alat tersebut tidak terlihat pertama kali, kemudian diukur dan disebut d1. Setelah semua warna pada secchidisk tidak terlihat, maka secchidisk segera diangkat. Terlihat pertama kali pada saat secchidisk muncul warna hitam dan putih kemudian diukur sebagai d2. Setelah itu kecerahan dihitung menggunakan rumus :
      dan dicatat hasilnya.

5)    DO (oksigen terlarut)
-       Lapang
Pada pengamatan DO menggunakan botol DO. Botol DO dimasukkan ke dalam water sampler, selang air yang yan berada di water sampler dipaskan dengan mulut tabung DO agar air diperairan luar dapat masuk kedalam botol DO. Setelah itu setelah itu water sampler dimasukkan di dalam perairan. Pada saat memasukkan water sampler, selang yang panjang ditutup ujungnya agar udara tidak masuk ke dalam botol DO. Untuk mengetahui penuhnya botol DO maka selang air di dekatkan di telinga dan didengarkan sampai terdengarkan bunyi “blup”. Apabila bunyi sudah terdengar maka selang air di tutup kembali agar air dari perairan tidak terus menerus masuk dalam botol DO. Setelah itu botol DO ditutup. Penutupan dilakukan dalam water sampler dan harus terhindar dari gelembung, karena gelembung ini mempengaruhi oksigen yang terkandung dalam botol DO. Kemudian air di dalam botol DO ditetesi MnSO4 sebanyak 2 ml. MnSO4 berfungsi untuk mengikat oksigen di dalam air kemudian ditambah 2ml NaOH + KI yang berfungsi membentuk endapan cokelat dan melepaskan I 2, kemudian dihomogenkan agar tercampur secara sempurna. Setelah dihomogenkan, larutan tersebut didiamkan selama 30 menit untuk membentuk endapan cokelat.


-       Laboratorium
    Pada saat pengamatan DO di laboratorium, botol DO yang sudah terbentuk endapan cokelat, dibuang yang bening dengan menggunakan selang aerator. Tujuan penggunaan selang adalah mempermudah dalam pembuangan air. Endapan yang terbentuk kemudian ditetesi 2 ml H2SO4 pekat sebagai pengkondisian asam dan ditetesi amilum sebanyak 3-4 tetes sebagai indikator warna ungu dan pengkondisian basa. Kemudian dihomogenkan agar tercampur sempurna. Setelah itu larutan dalam botol DO dititrasi menggunakan Na2S2O3 sampai jernih yang pertama. Kemudian dihitung dengan rumus :
DO =   
           dan dicatat hasilnya.
 
      6. Identifikasi Biota.
  Pertama-tama biota yang didapat pada zona mangrove dan zona  Intertidal dipisah pada penempatanya, dan diidentifikasi pada     laboraturium ilmu-ilmu perairan untuk mengetahui klasifikasi dari masing-masing biota tersebut. Penentuan klasifikasi menggunakan buku panduan klasifikasi flora dan fauna, kemudian dicatat hasilnya.

b. Analisa Hasil
1). Suhu
            Pada pengamatan di zona estuary, suhu di perairan saat itu adalah 260 C. suhu air pada umumnya 28-31o C. Suhu air bias turun sampai sekitar 25oC. Batas optimum dari suhu berbeda-beda tergantung dari faktor seperti pH dan tekanan oksigen, juga dipengaruhi oleh ketinggian, kedalaman air cuaca dan lain-lain.
            Menurut Mc Connaughyey dan Zottoli (1983), suhu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi penyebaran jasad-jasad laut. Jasad – jasad yang mampu mempertenggangkan janka suhu yang nisbi luas diistilahkan sebagai euritermal yang terbatas kapada jangka suhu yang sempit yaitu disebut stenotermal. Beberapa jenis diantaranya lebih euritermal pada tahap-tahap tertentu dari kehidupannya daripada yang lain.
  
    2). pH
       Pada pengamatan di zona estuari di dapat ph yaitu 8 (basa), pH 8 adalah yang baik karena berada pada kisaran netral. Perairan di zona ini masih alami dan belum terkontaminasi perairan yang sangat asam atau basa sangat berbahaya bagi kehidupan organisme karena menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi.
       Menurut Hadiat (1996), Ph (nilai ph) suatu nilai yang dihitung dari logaritma negatif konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Nilai ph dalam dipakai untuk mengukur suatu larutan asam atau basa. Larutan dengan ph  7 adalah netral, lebih kecil dari 7 adalah asam, lebih besar dari 7 adalah basa.

     3). Salinitas
       Pada pengamatan salinitas di zona estuari didapat hasil yaitu pada permukaan,tengah dan dasar adalah 0 ppt.
       Menurut Castro dan Huber (2003), rata-rata salinitas laut sekitar 35 0, laut terbuka bervarietas secara relatif kecil, antara sekitar 33 0dan 370, tergantung sebagian besar pada keseimbangan antara evaporasi dan percepatan. Sebagian batasan laut memungkinkan lebih banyak salinitas ekstrim.

     4). DO (Oksigen Terlarut)
       Pada praktikum di zona estuari diperoleh hasil oksigen terlarut atau DO yaitu pada perairan permukaan 8,21 mg/L, pada perairan tengah 7,15 mg/ L , pada perairan dasar 5,82 mg/ L.
       Menurut Anonymous (2009), kejenuhan oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah relatif mengukur jumlah oksigen yang larut atau dibawa dalam suatu media.

     5). Kecerahan
         Kecerahan yang didapat pada praktikum zona estuari adalah 57,5 cm. Dengan mengetahui kecerahan, kita dapat mengetahui sampai dimana kemungkinan terjadinya proses asimilasi dalam air, lapisan keruh dan tak keruh. Semua plankton dalam perairan menjadi berbahaya jika kecerahan kurang dari 5cm ke dalam. Pinggang secchidisk. Bila air terlampau cerah hara nitrogen menjadi pembatas pertumbuhan plankton.
         Menurut Nybakken (1988), karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria, setidaknya pada waktu tertentu dalam setahun, air menjadi sangat keruh, kecerahan tertinggi pada saat aliran sungai maksimum.

6) Identifikasi Biota
         Dari hasil praktikum biologi laut di zona intertidal , zona estuary, zona mangrove didapatkan biota ,kepiting, kelomang, keong , bakau pada zona mangrove, kepiting dan lumut pada zona intertidal .
       Parameter keseimbangan dalam suatu komonitas , akir-akir ini terjadi penurunan keragaman biota dan fitoplakton rendah ,ekosistem yang tidak setabil rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar (Pirzan ,2008 ).






5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
            Dari praktikum dapat diperoleh kesimpulan diantaranya :

f Zona intertidal adalah kawasan di bawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, estuary, lagun dan tepi sungai. Faktor yang mempengaruhi zona ini antara lain pasang surut, gelombang, suhu dan salinitas. Sedangkan biota yang hidup pada zona ini antara lain bivalve, annelida, dan mollusca.

f Zona mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Faktor yang berpangaruh pada zona ini antara lain : topografi pantai, pasang, gelombang dan arus, iklim, salinitas, oksigen terlarut, tanah dan hara. Factor yang mempengaruhi adanya pertumbuhan biota mangrove antara lain : kondisi geografi, gerakan air yang minimal, dan pasang surut.

f Zona estuary adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Factor yang mempengaruhi pada zona estuaria antara lain : aktivitas di daratan, pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, peningkatan akan permintaan ruang dan sumberdaya, dinamika lingkungan pantai dan interaksi dinamis antara masukan air dari lautan dan air tawar.

f Suhu adalah ukuran gerakan molekul.

f Salinitas adalah banyaknya zat terlarut.

f pH adalah derajad keasaman atau kebasaan suatu perairan.

f Oksigen terlarut (DO) adalah banyaknya oksigen yang terlarutdi dlam air dan dinyatakan dalam satuan mg/l.

f Nilai suhu pada zona estuaria adalah 26o C.

f Nilai pH pada zona estuaria adalah 8 (basa).

f Nilai kecerahan pada zona estuaria adalah 57,5 cm.

f Nilai salinitas di zona estuaria bagian permukaan , tebgah dan dasar adalah 0 ppt.

f Nilai DO pada zona estuaria pada permukaan adalah 8,21 mg/l.

f Nilai DO pada zona estuaria pada bagian tengah adalah 7,15 mg/l.

f Nilai DO pada zona estuaria pada bagian dasar  adalah 5,82mg/l.

f Pada pantai berbatu diperoleh biota pada transek 5 stasiun 4 ada kepiting ,     
   Transek 3 dan 5 stasiun 6  ada lumut , stasiun 7 transek 1-5 ada lumut  , stasiun
    8-10 transek 1-5 juga terdapat lumut .

 f  Pada zona mangrove jumlah biota yang diperoleh pada transek 1, stasiun  10 :  
    Kepiting 4 , Keong 17 , transek II stasiun 10  : keong 4 , kepiting 4 , transek III :
    Kepiting 12 , kelomang 2 , keong 7 , transek IV : keong 5 , kepiting 1 , bakau 2
    dan pada transek V : keong 15 , kepiting 5 .


    5.2 Saran
            Sebagai manusia kita harus menjaga Lingkungan Kondang Merak yang meliputi zona estuaria, zona mangrove, dan zona intertidal agar tetap lestari. Dalam praktikum Biologi Laut ini diharapkan ada kerjasama yang baik antara para praktikan, demi kelancaran dalam praktikum ini .


























DAFTAR PUSTAKA
 Anonymous, 2009a. http: //id.wikipedia.org.wiki/mangrove, diakses tanggal 16 april 2010 pukul 19.00.
Anonymous, 2009b. http: //id.wikipedia.org.wiki/pasang surut, diakses tanggal 16 april 2010 pukul 19.00.
Anonymous, 2009c. http: //id.wikipedia.org.wiki/estuaria, diakses tanggal 16 april 2010 pukul 19.00.
Anonymous, 2009d. http: //id.wikipedia.org.wiki/pH, diakses tanggal 16 april 2010 pukul 19.00.
Anonymous, 2009e. http: //id.wikipedia.org.wiki/oksigen terlarut, diakses tanggal 16 april 2010 pukul 19.00.
Anonymous, 2010 .  http: //id.wikipedia.org.wiki/klasifikasi kepiting, diakses tanggal 27 april 2010 pukul 18.00.
Accentarigan,2010.http://perikanannila.wordpress.com/2009/08/01/keterkaitan. diakses pada tanggal 27 april 2010 pukul 15.00.
Apriyani,2010.http://Arsif.blogspot.com/2010/01/20/pola_logitudinal_ekosistem_sungai.html.
Backer, C.A. dan Van Den Brink, R.C.B. 1968. Flora ossf java. III. Wolters Noordhof NV . Groningen.
Castro and Huber.2003.Thermodine Stratification within Indonesian Seas – J. Geophys.res.
Dahuri R; Jacob R; Sapta P.G; Sitepu M.J.2001.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu.PT Pradnya Paranita:Jakarta.
Hadiat, dkk.1996. Kamus Ilmu Pengetahuan Alam.Balai Pustaka.Indonesia.
Hikmatulmaula,D.N,2009,http://Arsif.blongspot.com/2009/11/22/laut dan pesisir.html.
Iqbal,2010. http://Arsif.blogspot.com/2010/4/20/reboisasi hutan mangrove sebagai salah satu upaya untuk mengurangi global worming.html
Mc Connaughey and Zottoli. 1983. Benthic Macroinver tebrate and fish as bidegicalindicator at water alvality. With reference to community diversity index. Asian inst. Bangkok.
Muqqorobin.2010.http://arsip.blogspot.com/2010/4/pemanfaatan/Makrozobenthos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir.html.
Nontji.A.2002.Laut Nusantara.Djambatan:Jakarta.
Nybakken.J.W.1988.Biologi Laut Suatu Pendekatan.Ekologis
Pirzan,M.andi,2008.http://Arsif.fitoplakton.pdf/2008/2/vol.9.N.3/hubungan keragaman fotoplakton dengan kualitas air di pulau Bauluang. Diakses tanggal 28 april 2010 pukul 18.30
Prajitno,Arief ,2007.Diktat Kuliah Biologi Laut. Universitas Brawijaya. Malang.
Rivai,2008.http://intertidal.wordpress.com/2008/12/23/observasi hutan_mangrove.html.
SoeriaNegara.1993.Panduan Pengenalan mangrove di Indonesia. Internasional/Wi.Ip: Bogor.
Sunrays,2010.http://Arsif.blogspot.com/2010/4/kebijakan hutan mangrove di Indonesia.html
Tarjo.2009.http://arsip observasi.com/2009/12/23/observasi hutan mangrove.html.
Wibawa Agri. M. 2010.http://arsip.blogspot.com/2010/2/ekologi intertidal.html.
Wirahman.2009.http://arsip.blogspot.com/2010/2/ekologi intertidal.html.
Yuliana.2009.http://arsip observasi.com/2009/12/23/observasi hutan mangrove.html.






No comments: