Saturday, June 2, 2012

Peningkatan Kualitas Air Tambak Dengan Pengapuran

Tugas Makalah
Manajemen kualitas air
Peningkatan Kualitas Air Tambak Dengan Pengapuran




Disusun oleh :
R.Adharyan Islamy               (0910810063)



MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012








Bab 1
Pendahuluan

1.1    Latar belakang

Menurut Kordi et.al. (2010), Lahan hutan mangrove yang baru dibuka untuk tambak umumnya memiliki keadaan tanah asam. tanah-tanah yang asam di daerah payau muncul karena beberapa hal. biasanya pada tanah-tanah pantai yang baru terbentuk seringkali ion-ion pyrit terakumulasi. Selama tanah yang mengandung pyrit ini muncul, tanah demikian sangat peka terhadap perubahan yang kecil sekalipun. Bila lahan tambak diairi, pyrit akan teroksidasi dan menghasilkan asam sulfurik atau asam sulfat yang menyebabkan keasaman tanah menjadi sangat rendah. Keasaman tanah yang rendah dapat berasal dari keasaman air tambak yang sangat rendah karena pencucian dasar tambak atau oleh aliran air hujan dari tanggul selama badai.

Tanah-tanah asam dapat pula menyebabkan rendahnya produktivitas tambak. asam sulfurik yang terbentuk karena teroksidasinya pyrit akan mempengaruhi mineral-mineral tanah. Pembebasan besi dan aluminium akan mengikat fosfat dan hara alga esensial lainnya yang akan menyebabkan rendahnya produktivitas alami tambak. Akibatnya, pemupukan tidak berdaya guna. Kekurangan makanan alami demikian menyebabkan pertumbuhan alga melambat.

Akibat lain kehadiran asam sulfat menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman penutup pematang sehingga pematang mudah tererosi. Oleh karena itu, kita perlu memperbaiki pematang agar tanah-tanah pematang tidak jatuh ke dalam tambak. Tanah-tanah pematang yang mengandung asam sulfat, aluminium aktif, dan besi bila tercuci lewat erosi dan masuk ke dalam tambak dapat memperburuk kondisi kualitas air.

Tanah asam sulfat tidak baik untuk lokasi tambak. Namun, untuk menjadikannya produktif dan dapat digunakan, kita perlu melakukan pengapuran. Dengan pengapuran, sifat keasaman tanah akan rusak sehingga pH tanah naik menjadi netral atau basa. oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang pengapuran tambak yang baik sehingga tambak menjadi produktif.

1.2    Rumusan masalah
1.         Apa itu pengapuran?
2.         Apa jenis-jenis kapur yang dipakai dalam pengapuran beserta dosisnya?
3.         Bagaimana teknik pengapuran dan faktor yang harus diperhatikan?

1.3    Tujuan penulisan makalah
Makalah ini ditulis untuk untuk memberikan pengetahuan tentang pengapuran beserta teknik, dosis dan jenis-jenis kapur yang biasa dipakai, selain itu juga sebagai tugas pengganti Ujian Tengah Semester (UTS).






Bab 2
Pembahasan
2.1    Pengertian Pengapuran
Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karena itu pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1992).
Menurut Ratnawati (2008), Pengapuran adalah salah satu bentuk dari remediasi selain pengoksidasian dan pembìlasan tanah Untuk mengatasi Permasalahan utama pada tambak tanah sulfat masam antara lain: pH rendah (S 3,5); kurang tersedia fosfor (P), kalsium (Ca), dan magnesium kandungan unsur molibdium (Mo) dan besi (Fe) serìng berlébihan sehingga dapat meracuni organisme; serta kelarutan aluminium (Al) sering tinggi sehingga merupakan penghambat ketersediaan P. Penambahan pupuk, terutama yang mengandung P sering tidak bermanfaat pada tanah masam ini bila unsur-unsur toksìk sepertì AI, Fe, dan Mn thdak diatasi.
2.2    Fungsi Pengapuran
Pengapuran berguna untuk memperbaiki keasaman (pH) dasar tambak. dasar tambak yang ber-pH rendah dapat menyebabkan rendahnya pH air tambak. oleh karena itu, perbaikan pH air tambak harus dimulai dari perbaikan pH tanah dasar tambak. selain untuk memperbaiki keasaman dasar tambak, kapur juga berfungsi sebagai desinfektan dan penyedia unsur hara (fosfor) yang dibutuhkan plankton. tanah dasar tambak yang mengandung pirit harus direklamasi terlabih dahulu selama kurang lebih 4 bulan sebelum diberi kapur sejumlah 2-2,5 ton/ha (Suyanto et.al 2009).
Kapur yang digunakan di tambak berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool, 1995).
Menurut kordi et al (2010), fungsi pengapuran antara lain:
1)      Meningkatkan pH tanah dan air
2)      Membakar jasad jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar
3)      Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus
4)      Memperbaiki kualitas tanah
5)  Kapur yang berlebihan dapat mengikat fosfat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton

Manfaat pengapuran menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1)      menormalkan asam-asam bebas dalam air, sehingga pH meningkat
2)      mencegah kemungkinan terjadinya perubahan pH air atau tanah yang mencolok
3)  mendukung kegiatan bakteri pengurai bahan organik sehingga garam dan zat hara akan terbebas.
4)      mengendapkan koloid yang melayang layang dalam air tambak

2.3    Teknik-Teknik Pengapuran
Menurut Mahyudin (2008), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam dibalik dengan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah dasar. pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding kolam dan dasar terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampuri air .

Menurut kordi et al (2010). Sebelum mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak terlebih dahulu. Tebarkan kapur secara merata di permukaan tambak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tambak dan tekstur tanah. Kapur yang diperlukan adalah kapur pertanian atau kapur lain dengan takaran disesuaikan dengan pH tanah.
Menurut Ratnawati (2008), Pengapuran yang dilakukan dìbagi atas 2 tahap yaitu pengapuran dasar dan pengapuran susulan. Pengapuran dasar dìlakukan setelah pengerìngan tambak dengan dosis 1.000--1.875 kg/ha yang ditebaŕ secara merata ke permukaan tanah dasar tambak,‘tergantung pH tanah dasar tambak.

 Adapun cara-cara pengapuran t`mbak agar memperoleh hasil yang baik, menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1. Tanah dasar tambak setelah pengeringan digali dengan kedalaman sekitar 0,1 meter, selanjutnya dicampur dengan kapur dan diaduk
2.      Pengadukan harus baik dan benar hingga merupakan adonan yang homogen serta sempurna
3.     setelah adonan sempurna, bisa dikembalikan dan diratakan pada dasar tambak
4.      pengapuran dilakukan setiap musim penebaran benur atau nener

 Menurut Kholis  (2010), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata dipermukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam dibalik dengan menggunakan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah dasar, pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding kolam dan terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampur air.

Cara Pengapuran Tambak menurut Tim Perikanan WWF Indonesia (2011) yaitu periksa pH tanah pada beberapa titik yang berbeda pada dasar tambak dengan menggunakan alat pengukur pH hingga sesuai dengan yang diharapkan.

pH 4-5 digunakan kapur 500 - 1000 kg/ha.
pH 5-6 digunakan kapur
250 - 500 kg/ha.
pH > 6 digunakan dolomit 100 – 250 kg/ha.

Pemberian kapur harus disesuaikan dengan tekstur dan pH tanah. Kemudian dolomit/kapur ditebarkan ke seluruh dasar dan pematang tambak dan tambak siap diisi sampai ketinggian yang dinginkan.

2.4    Jenis-Jenis Kapur Yang Biasa Dipakai Dalam Pengapuran Tambak
Menurut Ratnawati (2008), jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2, karena kapur ini memiliki pengaruh yang lebih lama, mudah diperoleh, meninggalkan residu dan kecepatan reaksìnya lebih lambat, sertajuga mengandung Mg selaìn Ca.

Menurut Kholis  (2010), Jenis kapur yang biasa digunakan untuk pengapuran kolam adalah kapur aktif atau kapur tohor (CaO) dan kapur pertanian (CaCO3) atau CaMg(CO3)2. Kapur tohor atau kapur sirih adalah kapur yang pembuatannya melaluin proses pembakaran. bahan penyusunnya berupa batuan tohor gunung dan kulit kerang. Kapur pertanian adalah kapur karbonat yang bahan penyusunnya berupa batuan kapur tanpa melaluin proses pembakaran, tetapi langsung digiling. terdapat dua macam kapur pertanian, yaitu kalit dan dolomit. kalsit bahan bakunya didominasi oleh kandungan karbonat dan sedikit magnesium (CaCO3), sementara dolomit bahan bakunya didominaso oleh kalsium karbonat dan magnesium karbonat (CaMg(CO3)2).

Menurut Rezqi (2009), Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau atau salin (air laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena kalsium karbonat CaCO3 kurang larut dalam air laut.

Sumber : Chanratchakool, (1995) dalam Rezqi (2009)

Jenis kapur yang dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
·           Kapur karbonat : kapur karbonat diperoleh dengan menggiling batu kapur tanpa pemanasan. yang tergolong kapur karbonat adalah:Kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2)
·         Kapur oksida : kapur ini diproduksi setelah pemanasan kapur karbonat. kapur oksida dikenal pula sebagai kapur bakar atau kapur tohor (CaO)
·           Kapur hidrat : kapur ini diperoleh dengan menambahkan air pada kapur oksida. kapur hidrat dikenal pula dengan nama kapur bangunan atau kapur tembok Ca(OH)2

Kesesuaian jenis kapur untuk digunakan sebagai material penertal tergantung pada beberapa faktor antara lain kekuatan menetralisir, harga, tingkat reaksi dengan tanah, tingkat kehalusan butir, dan kemudahan untuk digunakan/tidak beresiko. Biasanya dolomit dan kalsit yang lebih umum digunakan oleh para petani tambak dengan alasan tersebut di atas. Kapur dolomit memiliki pengaruh lebih lama, mudah diperoleh, tidak meninggalkan residu dan kecepatan reaksi lebih lambat.

2.5    Dosis Kapur Dalam Pengapuran Tambak

Sebelum menentukan dosis kapur pada persiapan tambak, maka perlu diketahui cara pengukuran pH menggunakan pH meter. Setelah nilai pH tanah diketahui maka dosis kapur yang digunakan disesuaikan dengan tingkat keasaman tanah.

                                                                       Sumber: Amrullah (1997) dalam Enny et.al. (2009)

Menurut Amri (2002), kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman tanah tambak (pH). Umumnya, tambak yang sudah beberapa kali digunakan untuk pemeliharaan udang akan ber-pH rendah karena telah terjadi proses pembusukan bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran udang sehhngga menghasilkan asam dari proses oksidasi. semakin rendah pH tanah, jumlah kapur yang diperlukan juga semakin banyak. tabel berikut menunjukkan keperluan kapur berdasarkan jenis tanah untuk meningkatkan pH tanah dasar tambak sehingga menjadi normal.
Sumber: Pedoman budidaya tambak, deptan dalam Amri (2002)


2.6    Metode Penentuan Dosis Kapur
Istilah kebutuhan kapur digunakan untuk menyatakan jumlah kapur yang harus diberikan pada tanah untuk pertanaman tertentu. Kebutuhan kapur juga digunakan untuk menyatakan jumlah kapur atau kesetaraannya yang harus diberikan pada tanah untuk menaikan pH tanah menjadi pH 5,5 dari pH 3,75. Angka-angka yang diperoleh dari suatu carapenentuan kebutuhan kapur harus dikalikan dengan indeks netralisasi, tergantung pada susunan serta kehalusan bahan yang digunakan dalam pengapuran dan jumlah yang mungkin dapat tercuci.(Kaderi,2001)

Penentuan kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al. (2001),
a.       Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan Penambahan Larutan NaOH 0,05 N.
Peralatan dan bahan yang digunakan:
Timbagan dengan ketelitian 10 mg; mesin pengocok ; pH-meter dengan gelas elektrode; pipet dan botol kocok; botol semprot plastik; larutan NaOH 0,05 N. NaOH sebanyak 2,0 g dilarutkan dengan air destilasi kedalam labu ukur 1 liter sampai tanda garis.
Cara kerja:
1)      Timbang contoh tanah dengan berat 10 g sebanyak 6 contoh kemudian dimasukkan masing-masing ke dalam 6 buah botol kocok.
2)      Ke dalam 6 botol yang telah berisi contoh tanah diberi larutan NaOH 0.05 N masing-masing 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 ml.
3)      Ditambahkan air destilasi 25, 21, 17 . 13, 9, 5 ml sehingga jumlah menjadi 25 ml, yaitu setara dengan 0, 2, 4, 6, 8 dan pengekstrak dalam botol 10 ton kapur per hektar .
4)      Botol dikocok selama 1 jam dengan mesin pengocok.
5)      pH ditetapkan dengan pH-meter
6)      Dibuat kurva pH dan jumlah penambahan larutan NaOH 0,05 N (ml). SUPING (1998), menyatakan kebutuhan kapur dapat dihitung berdasarkan hasil penambahan NaOH:


Berdasarkan kurva ph yang dubuat dari data tabel3 dengan penambahan naoh 0,05n dapat dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai ph yang diinginkan

b.      Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan Inkubasi

Peralatan dan bahan yang digunakan:
Timbagan dengan ketelitian 10 mg; gelas erlenmeyer dengan tutup karet; mesin pengocok; pH-meter dengan gelas elektrode ; pipet dan botol kocok; botol semprot plastik ; kapur pertanian .
Cara kerja:
1     1)    Contoh tanah basah 100 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer, 7 gelas per contoh.
2  2)    Ke dalam gelas erlenmeyer yang telah berisi contoh tanah diberi kapur pertanian 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 g ke dalam gelas erlenleyer, yang setara dengan 0, 2, 4, 8, 12, 16 dan 20 ton kapur pertanian per hektar (dengan perhitungan lapisan olah 20 cm dan bobot isi (BD = bulk density) 1g/cm3.
3  3) Tanah dan kapur pertanian diaduk, kemudian diberi air sampai mencapai kapasitas lapang, keadaan air yang optimum untuk pertumbuhan jasad hidup dalam tanah.
4  4)  Gelas ditutup dan ditempatkan di ruangan yang teduh.
5  5)  Setelah 2 minggu inkubasi, diambil sebanyak 3 g tanah untuk penetapan pH-nya.
6  6)  Tanah dimasukan 3 g ke dalam botol kocok.
7  7)  Ditambahkan 3 ml air aquadest/air hujan.
8  8)  Botol dikocok .
9  9)  pH ditetapkan dengan pH meter .
1  10)  Berdasarkan data di atas dibuat kurva pH.

Kebutuhan kapur dapat dilihat dari kurva yang mencerminkan hubungan antara pH dan jumlah kapur yang dibutuhkan untuk mencapai pH yang dikehendaki (WIDJAYA, 1996) .
sumber : Kaderi et al. (2010)
Berdasarkan kurva pH yang dibuat dari data Tabel 2 dengan masa inkubasi selama 2 minggu dapat dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mendapatkan pH 5.5 dari pH awal 3,75 pada lokasi Belawang sebanyak 16,6 ton/ha kapur.


2.7    Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengapuran Tambak
Kolam hendaknya dicangkul terlebih dahulu agar proses pengapuran menjadi lebih sempurna. yanah yang dicangkul kurang lebih mencapai kedalaman 20cm dan diberi air sehingga menjadi macak-macak (becek). selanjutnya kapur ditebarkan secara merata  (Afrianto 1992).
Menurut Murtidjo (2002), agar dapat diperoleh manfaat pengapuran yang sempurna, perlakuan yang diperlukan adalah sebagai berikut
  1.  Tanah dasar tambak digali sedalam kurang lebih 0,10m, kemudian dicampur dengan kapur dan diaduk
  2. Pengadukan harus dilakukan secara merata, sehingga didapat adonan yang homogen dan sempurna
  3. Adonan yang sudah sempurna dapat dikembalikan dan diratakan pada pelataran tambak


Untuk tambak yang bertanah asam, pengapuran tambak harus dilakukan setiap musim tanam. dengan demikian, produktivitas tambak tetap terjamin
Beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Soemarno 2012 :
1.     Idealnya paling lambat pengapuran dilakukan 2 minggu sebelum tanam, karena bahan kapur termasuk bahan yang lambat bereaksi dengan tanah.
2.       Setelah pengapuran sebaiknya tanah dicangkul (dibajak) agar kapur bisa merata masuk dekat zona perakaran.
3.        Pengairan setelah pengapuran sangat diperlukan.
4.        Peningkatan pH tidak bisa terjadi seketika, melainkan pelan dan bertahap.
5.    Dosis kapur disesuaikan pH tanahnya, tetapi sebagai pedoman praktis dosis berkisar 500 kg/Ha 2 ton/Ha.

Catatan :
Dolomit juga harus secara rutin digunakan pada tanah pH normal, karena unsur Ca dan Mg pada dolomit sangat dibutuhkan tanaman. 
Beberapa kriteria yang perlu dijadikan patokan sebelum melaksanakan pengapuran menurut Sualia et.al (2010), adalah :
  1.   Pemberian kapur dilakukan saat dasar tambak kering, setelah pembilasan. Jenis dan Jumlah Kapur Dasar yang Dibutuhkan berdasarkan pH Tanah di Daerah Mangrove.
  2. Pemberian kapur disarankan pada waktu dimana angin tidak berhembus kencang untuk mencegah kapur beterbangan keluar tambak. Tempatkan posisi tubuh yang membelakangi arah angin agar kapur tidak mengenai tubuh saat pemberian kapur.
  3. Sebarkan kapur semerata mungkin di dasar tambak dan pematang bagian dalam, terutama pada bagian caren atau bagian yang masih tergenang.
  4. Diamkan tambak selama beberapa hari setelah pengapuran, kemudian isi dengan air laut dan, jika memungkinkan, dilakukan pemeriksaan pH air. Diharapkan pH air telah mencapai 7,5-8,5 yang menunjukkan bahwa proses pengapuran telah berhasil.








Bab 3 
Penutup 

3.1 Kesimpulan
  1. Berdasarkan pembahasan dari Bab II dapat disimpulkan sebagai berikut :
  2. Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam
  3. Kapur yang digunakan di tambak berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos
  4. Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah dasar kolam.
  5. Sebelum mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak terlebih dahulu.
  6. jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2
  7. Jenis kapur yang dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
  8. kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman tanah tambak (pH)
  9. Penentuan kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al. (2001) adalah Dengan Penambahan Larutan NaOH 0,05 N dan Dengan Inkubasi.




3.2    Saran
Untuk menetralkan pH serta menambah produktivitas tambak, disarankan melakukan pengapuran secara rutin dengan jenis dan dosis sesuai dengan kebutuhan.




Daftar Pustaka

Afrianto E. Ir. dan Evi L. Ir. (1992). Pemeliharaan Kepiting. Penerbit Kanisius.Yogyakarta
Amri K, Ir. M.Si. (2002). Budi Daya Udang Windu secara Intensif. Agromedia pustaka.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Kholis M, S.Pi, MM 2010. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta

Kordi K, M. Ghufran H. (2010), Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya - Pintar Budidaya Ikan di    Tambak Secara intensif. Lily publisher. Yogyakarta

Murtidjo B. A. (2002) Budi Daya Dan Pembenihan Bandeng.Penerbit Kanisius.Yogyakarta

Mustafa A, Rachmansyah dan Anugriati (2010). Distribusi Kebutuhan Kapur Berdasarkan Nilai Spos Tanah Untuk Tambak Tanah Sulfat Masam Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.

Ratnawati E. (2008). Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Sistem Seml­Intenslf Pada Tambak Tanah Sulfat Masam. Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3108610.pdf . Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 01.07 WIB

Rezqi V. S. K. (2009).Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdf. Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 20.04 WIB

Saefulhakim S,(1985). Efek Pengapuran Terhadap Fosfor Tersedia Pada Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/36951/Kongres%20Nasional%204_sunsun%20Saefulhakim.pdf. Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.24 WIB.

 
Sammut J Dr.,dan Mustafa A Ir., MS.(2011) Teknik Pengapuran Pada Pematang Tambak Tanah Sulfat Masam. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.Maros
Soemarno (2012), Kemasaman Tanah Dan Pengapuran.
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/MAES-PENGELOLAAN-kemasaman-tanah-dan-PENGAPURAN.ppt. Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.40 WIB.
Sualia, I, Eko B.P., dan I N.N. Suryadiputra. (2010). Panduan Pengelolaan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor.

Suyanto R  Dra. Ny. S ,dan Takarina E. P., Ir. Msi. (2009). Panduan Budidaya Udang Windu

. Penebar Swadaya. Yogyakata.
Tim Perikanan WWF Indonesia (2011), Budidaya Udang Windu - Dengan Pemberian pakan dan Tanpa Aerasi.WWF-Indonesia.  http://awsassets.wwf.or.id/downloads/3_bmp_budidaya_udang_windu___dengan_pakan_tanpa_aerasi.pdf. diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.03

No comments: