Tugas Makalah
Manajemen kualitas air
Peningkatan
Kualitas Air Tambak Dengan Pengapuran
Disusun
oleh :
R.Adharyan
Islamy (0910810063)
MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
Bab
1
Pendahuluan
1.1
Latar
belakang
Menurut
Kordi et.al. (2010), Lahan hutan mangrove yang baru dibuka untuk tambak umumnya
memiliki keadaan tanah asam. tanah-tanah yang asam di daerah payau muncul
karena beberapa hal. biasanya pada tanah-tanah pantai yang baru terbentuk
seringkali ion-ion pyrit
terakumulasi. Selama tanah yang mengandung pyrit
ini muncul, tanah demikian sangat peka terhadap perubahan yang kecil sekalipun.
Bila lahan tambak diairi, pyrit akan teroksidasi dan menghasilkan asam sulfurik atau asam sulfat yang
menyebabkan keasaman tanah menjadi sangat rendah. Keasaman tanah yang rendah
dapat berasal dari keasaman air tambak yang sangat rendah karena pencucian
dasar tambak atau oleh aliran air hujan dari tanggul selama badai.
Tanah-tanah
asam dapat pula menyebabkan rendahnya produktivitas tambak. asam sulfurik yang
terbentuk karena teroksidasinya pyrit
akan mempengaruhi mineral-mineral tanah. Pembebasan besi dan aluminium akan
mengikat fosfat dan hara alga esensial lainnya yang akan menyebabkan rendahnya
produktivitas alami tambak. Akibatnya, pemupukan tidak berdaya guna. Kekurangan
makanan alami demikian menyebabkan pertumbuhan alga melambat.
Akibat
lain kehadiran asam sulfat menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman penutup
pematang sehingga pematang mudah tererosi. Oleh karena itu, kita perlu
memperbaiki pematang agar tanah-tanah pematang tidak jatuh ke dalam tambak.
Tanah-tanah pematang yang mengandung asam sulfat, aluminium aktif, dan besi
bila tercuci lewat erosi dan masuk ke dalam tambak dapat memperburuk kondisi
kualitas air.
Tanah asam
sulfat tidak baik untuk lokasi tambak. Namun, untuk menjadikannya produktif dan
dapat digunakan, kita perlu melakukan pengapuran. Dengan pengapuran, sifat
keasaman tanah akan rusak sehingga pH tanah naik menjadi netral atau basa. oleh
karena itu, makalah ini akan membahas tentang pengapuran tambak yang baik
sehingga tambak menjadi produktif.
1.2
Rumusan
masalah
1.
Apa itu pengapuran?
2.
Apa jenis-jenis kapur yang dipakai dalam
pengapuran beserta dosisnya?
3.
Bagaimana teknik pengapuran dan faktor
yang harus diperhatikan?
1.3
Tujuan
penulisan makalah
Makalah ini
ditulis untuk untuk memberikan pengetahuan
tentang pengapuran beserta teknik, dosis dan jenis-jenis kapur yang biasa
dipakai, selain itu juga sebagai tugas pengganti Ujian Tengah Semester (UTS).
Bab 2
Pembahasan
2.1
Pengertian
Pengapuran
Pengapuran adalah pemberian kapur
ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi
karena tanah terlalu masam. Oleh karena itu pH tanah perlu dinaikkan agar
unsur-unur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Al dapat
dihindarkan (Hardjowigeno, 1992).
Menurut
Ratnawati (2008), Pengapuran adalah salah satu bentuk dari remediasi selain
pengoksidasian dan pembìlasan tanah Untuk mengatasi Permasalahan utama pada
tambak tanah sulfat masam antara lain: pH rendah (S 3,5); kurang tersedia
fosfor (P), kalsium (Ca), dan magnesium kandungan unsur molibdium (Mo) dan besi
(Fe) serìng berlébihan sehingga dapat meracuni organisme; serta kelarutan
aluminium (Al) sering tinggi sehingga merupakan penghambat ketersediaan P.
Penambahan pupuk, terutama yang mengandung P sering tidak bermanfaat pada tanah
masam ini bila unsur-unsur toksìk sepertì AI, Fe, dan Mn thdak diatasi.
2.2
Fungsi
Pengapuran
Pengapuran berguna untuk
memperbaiki keasaman (pH) dasar tambak. dasar tambak yang ber-pH rendah dapat
menyebabkan rendahnya pH air tambak. oleh karena itu, perbaikan pH air tambak
harus dimulai dari perbaikan pH tanah dasar tambak. selain untuk memperbaiki
keasaman dasar tambak, kapur juga berfungsi sebagai desinfektan dan penyedia unsur
hara (fosfor) yang dibutuhkan plankton. tanah dasar tambak yang mengandung
pirit harus direklamasi terlabih dahulu selama kurang lebih 4 bulan sebelum
diberi kapur sejumlah 2-2,5 ton/ha (Suyanto et.al
2009).
Kapur yang digunakan di tambak
berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem
penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat
dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P,
dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool, 1995).
Menurut kordi et al
(2010), fungsi pengapuran antara lain:
1) Meningkatkan
pH tanah dan air
2) Membakar
jasad jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar
3) Mengikat
dan mengendapkan butiran lumpur halus
4) Memperbaiki
kualitas tanah
5) Kapur
yang berlebihan dapat mengikat fosfat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
plankton
Manfaat pengapuran
menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1) menormalkan
asam-asam bebas dalam air, sehingga pH meningkat
2) mencegah
kemungkinan terjadinya perubahan pH air atau tanah yang mencolok
3) mendukung
kegiatan bakteri pengurai bahan organik sehingga garam dan zat hara akan
terbebas.
4) mengendapkan
koloid yang melayang layang dalam air tambak
2.3
Teknik-Teknik
Pengapuran
Menurut
Mahyudin (2008), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di
permukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam
dibalik dengan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah
dasar. pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding
kolam dan dasar terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampuri air .
Menurut kordi et al (2010). Sebelum
mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak terlebih dahulu. Tebarkan kapur
secara merata di permukaan tambak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas
tambak dan tekstur tanah. Kapur yang diperlukan adalah kapur pertanian atau
kapur lain dengan takaran disesuaikan dengan pH tanah.
Menurut
Ratnawati (2008), Pengapuran yang dilakukan dìbagi atas 2 tahap yaitu
pengapuran dasar dan pengapuran susulan. Pengapuran dasar dìlakukan setelah
pengerìngan tambak dengan dosis 1.000--1.875 kg/ha yang ditebaŕ secara merata
ke permukaan tanah dasar tambak,‘tergantung pH tanah dasar tambak.
Adapun
cara-cara pengapuran t`mbak agar memperoleh hasil yang baik, menurut murtidjo
(1988) diantaranya:
1. Tanah
dasar tambak setelah pengeringan digali dengan kedalaman sekitar 0,1 meter,
selanjutnya dicampur dengan kapur dan diaduk
2. Pengadukan
harus baik dan benar hingga merupakan adonan yang homogen serta sempurna
3. setelah
adonan sempurna, bisa dikembalikan dan diratakan pada dasar tambak
4. pengapuran
dilakukan setiap musim penebaran benur atau nener
Menurut
Kholis (2010), Pemberian kapur dilakukan
dengan cara disebar merata dipermukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran
selesai, tanah dasar kolam dibalik dengan menggunakan cangkul sehingga kapur
bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah dasar, pengapuran untuk kolam semen dan
terpal dilakukan dengan cara dinding kolam dan terpal dikuas dengan kapur yang
telah dicampur air.
Cara Pengapuran Tambak menurut Tim Perikanan WWF Indonesia (2011) yaitu periksa pH tanah pada beberapa titik yang berbeda pada dasar tambak dengan menggunakan alat pengukur pH hingga sesuai dengan yang diharapkan.
pH 4-5 digunakan kapur 500 - 1000 kg/ha.
pH 5-6 digunakan kapur
250 - 500 kg/ha.
pH > 6 digunakan dolomit 100 – 250 kg/ha.
Pemberian kapur harus disesuaikan dengan tekstur dan pH tanah. Kemudian dolomit/kapur ditebarkan ke seluruh dasar dan pematang tambak dan tambak siap diisi sampai ketinggian yang dinginkan.
2.4
Jenis-Jenis
Kapur Yang Biasa Dipakai Dalam Pengapuran Tambak
Menurut
Ratnawati (2008), jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang
tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2,
karena kapur ini memiliki pengaruh yang lebih lama, mudah diperoleh,
meninggalkan residu dan kecepatan reaksìnya lebih lambat, sertajuga mengandung
Mg selaìn Ca.
Menurut
Kholis (2010), Jenis kapur yang biasa
digunakan untuk pengapuran kolam adalah kapur aktif atau kapur tohor (CaO) dan
kapur pertanian (CaCO3) atau CaMg(CO3)2. Kapur
tohor atau kapur sirih adalah kapur yang pembuatannya melaluin proses
pembakaran. bahan penyusunnya berupa batuan tohor gunung dan kulit kerang. Kapur
pertanian adalah kapur karbonat yang bahan penyusunnya berupa batuan kapur
tanpa melaluin proses pembakaran, tetapi langsung digiling. terdapat dua macam
kapur pertanian, yaitu kalit dan dolomit. kalsit bahan bakunya didominasi oleh
kandungan karbonat dan sedikit magnesium (CaCO3), sementara dolomit
bahan bakunya didominaso oleh kalsium karbonat dan magnesium karbonat (CaMg(CO3)2).
Menurut Rezqi
(2009), Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau atau salin (air
laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena kalsium karbonat
CaCO3 kurang larut dalam air laut.
Sumber :
Chanratchakool, (1995) dalam Rezqi
(2009)
Jenis kapur yang
dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
·
Kapur karbonat : kapur karbonat
diperoleh dengan menggiling batu kapur tanpa pemanasan. yang tergolong kapur
karbonat adalah:Kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2)
· Kapur oksida : kapur ini diproduksi
setelah pemanasan kapur karbonat. kapur oksida dikenal pula sebagai kapur bakar
atau kapur tohor (CaO)
·
Kapur hidrat : kapur ini diperoleh
dengan menambahkan air pada kapur oksida. kapur hidrat dikenal pula dengan nama
kapur bangunan atau kapur tembok Ca(OH)2
Kesesuaian
jenis kapur untuk digunakan sebagai material penertal tergantung pada beberapa
faktor antara lain kekuatan menetralisir, harga, tingkat reaksi dengan tanah, tingkat
kehalusan butir, dan kemudahan untuk digunakan/tidak beresiko. Biasanya dolomit
dan kalsit yang lebih umum digunakan oleh para petani tambak dengan alasan tersebut
di atas. Kapur dolomit memiliki pengaruh lebih lama, mudah diperoleh, tidak
meninggalkan residu dan kecepatan reaksi lebih lambat.
2.5
Dosis
Kapur Dalam Pengapuran Tambak
Sebelum
menentukan dosis kapur pada persiapan tambak, maka perlu diketahui cara
pengukuran pH menggunakan pH meter. Setelah nilai pH tanah diketahui maka dosis
kapur yang digunakan disesuaikan dengan tingkat keasaman tanah.
Sumber:
Amrullah (1997) dalam Enny et.al.
(2009)
Menurut
Amri (2002), kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman
tanah tambak (pH). Umumnya, tambak yang sudah beberapa kali digunakan untuk
pemeliharaan udang akan ber-pH rendah karena telah terjadi proses pembusukan
bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran udang sehhngga menghasilkan asam
dari proses oksidasi. semakin rendah pH tanah, jumlah kapur yang diperlukan
juga semakin banyak. tabel berikut menunjukkan keperluan kapur berdasarkan
jenis tanah untuk meningkatkan pH tanah dasar tambak sehingga menjadi normal.
Sumber: Pedoman budidaya tambak, deptan dalam Amri (2002)
2.6
Metode
Penentuan Dosis Kapur
Istilah
kebutuhan kapur digunakan untuk menyatakan jumlah kapur yang harus diberikan
pada tanah untuk pertanaman tertentu. Kebutuhan kapur juga digunakan untuk
menyatakan jumlah kapur atau kesetaraannya yang harus diberikan pada tanah
untuk menaikan pH tanah menjadi pH 5,5 dari pH 3,75. Angka-angka yang diperoleh
dari suatu carapenentuan kebutuhan kapur harus dikalikan dengan indeks
netralisasi, tergantung pada susunan serta kehalusan bahan yang digunakan dalam
pengapuran dan jumlah yang mungkin dapat tercuci.(Kaderi,2001)
Penentuan
kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al.
(2001),
a.
Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan
Penambahan Larutan NaOH 0,05 N.
Peralatan
dan bahan yang digunakan:
Timbagan dengan ketelitian 10 mg;
mesin pengocok ; pH-meter dengan gelas elektrode; pipet dan botol kocok; botol
semprot plastik; larutan NaOH 0,05 N. NaOH sebanyak 2,0 g dilarutkan dengan air
destilasi kedalam labu ukur 1 liter sampai tanda garis.
Cara kerja:
1) Timbang
contoh tanah dengan berat 10 g sebanyak 6 contoh kemudian dimasukkan
masing-masing ke dalam 6 buah botol kocok.
2) Ke
dalam 6 botol yang telah berisi contoh tanah diberi larutan NaOH 0.05 N masing-masing
0, 4, 8, 12, 16, dan 20 ml.
3) Ditambahkan
air destilasi 25, 21, 17 . 13, 9, 5 ml sehingga jumlah menjadi 25 ml, yaitu
setara dengan 0, 2, 4, 6, 8 dan pengekstrak dalam botol 10 ton kapur per hektar
.
4) Botol
dikocok selama 1 jam dengan mesin pengocok.
5) pH
ditetapkan dengan pH-meter
6) Dibuat
kurva pH dan jumlah penambahan larutan NaOH 0,05 N (ml). SUPING (1998),
menyatakan kebutuhan kapur dapat dihitung berdasarkan hasil penambahan NaOH:
Berdasarkan kurva ph yang dubuat dari
data tabel3 dengan penambahan naoh 0,05n dapat dihitung jumlah kapur yang
diperlukan untuk mencapai ph yang diinginkan
b.
Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan
Inkubasi
Peralatan
dan bahan yang digunakan:
Timbagan
dengan ketelitian 10 mg; gelas erlenmeyer dengan tutup karet; mesin pengocok;
pH-meter dengan gelas elektrode ; pipet dan botol kocok; botol semprot plastik
; kapur pertanian .
Cara
kerja:
1 1) Contoh
tanah basah 100 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer, 7 gelas per contoh.
2 2) Ke
dalam gelas erlenmeyer yang telah berisi contoh tanah diberi kapur pertanian 0;
0,1 ; 0,2 ; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 g ke dalam gelas erlenleyer, yang setara
dengan 0, 2, 4, 8, 12, 16 dan 20 ton kapur pertanian per hektar (dengan
perhitungan lapisan olah 20 cm dan bobot isi (BD = bulk density) 1g/cm3.
3 3) Tanah
dan kapur pertanian diaduk, kemudian diberi air sampai mencapai kapasitas
lapang, keadaan air yang optimum untuk pertumbuhan jasad hidup dalam tanah.
4 4) Gelas
ditutup dan ditempatkan di ruangan yang teduh.
5 5) Setelah
2 minggu inkubasi, diambil sebanyak 3 g tanah untuk penetapan pH-nya.
6 6) Tanah
dimasukan 3 g ke dalam botol kocok.
7 7) Ditambahkan
3 ml air aquadest/air hujan.
8 8) Botol
dikocok .
9 9) pH
ditetapkan dengan pH meter .
1 10) Berdasarkan
data di atas dibuat kurva pH.
Kebutuhan kapur dapat dilihat dari kurva
yang mencerminkan hubungan antara pH dan jumlah kapur yang dibutuhkan untuk
mencapai pH yang dikehendaki (WIDJAYA, 1996) .
sumber : Kaderi et
al. (2010)
Berdasarkan
kurva pH yang dibuat dari data Tabel 2 dengan masa inkubasi selama 2 minggu
dapat dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mendapatkan pH 5.5 dari pH
awal 3,75 pada lokasi Belawang sebanyak 16,6 ton/ha kapur.
2.7
Faktor-Faktor
Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengapuran Tambak
Kolam hendaknya dicangkul terlebih
dahulu agar proses pengapuran menjadi lebih sempurna. yanah yang dicangkul
kurang lebih mencapai kedalaman 20cm dan diberi air sehingga menjadi
macak-macak (becek). selanjutnya kapur ditebarkan secara merata (Afrianto 1992).
Menurut
Murtidjo (2002), agar dapat diperoleh manfaat pengapuran yang sempurna,
perlakuan yang diperlukan adalah sebagai berikut
- Tanah dasar tambak digali sedalam kurang
lebih 0,10m, kemudian dicampur dengan kapur dan diaduk
- Pengadukan harus dilakukan secara
merata, sehingga didapat adonan yang homogen dan sempurna
- Adonan yang sudah sempurna dapat
dikembalikan dan diratakan pada pelataran tambak
Untuk
tambak yang bertanah asam, pengapuran tambak harus dilakukan setiap musim
tanam. dengan demikian, produktivitas tambak tetap terjamin
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan menurut Soemarno 2012 :
1. Idealnya paling lambat pengapuran
dilakukan 2 minggu sebelum tanam, karena bahan kapur termasuk bahan yang lambat
bereaksi dengan tanah.
2. Setelah pengapuran sebaiknya tanah
dicangkul (dibajak) agar kapur bisa merata masuk dekat zona perakaran.
3.
Pengairan setelah pengapuran sangat
diperlukan.
4.
Peningkatan pH tidak bisa terjadi
seketika, melainkan pelan dan bertahap.
5. Dosis kapur disesuaikan pH tanahnya,
tetapi sebagai pedoman praktis dosis berkisar 500 kg/Ha 2 ton/Ha.
Catatan :
Dolomit
juga harus secara rutin digunakan pada tanah pH normal, karena unsur Ca dan Mg
pada dolomit sangat dibutuhkan tanaman.
Beberapa
kriteria yang perlu dijadikan patokan sebelum melaksanakan pengapuran menurut Sualia
et.al (2010), adalah :
- Pemberian
kapur dilakukan saat dasar tambak kering, setelah pembilasan. Jenis dan Jumlah
Kapur Dasar yang Dibutuhkan berdasarkan pH Tanah di Daerah Mangrove.
- Pemberian
kapur disarankan pada waktu dimana angin tidak berhembus kencang untuk mencegah
kapur beterbangan keluar tambak. Tempatkan posisi tubuh yang membelakangi arah
angin agar kapur tidak mengenai tubuh saat pemberian kapur.
- Sebarkan
kapur semerata mungkin di dasar tambak dan pematang bagian dalam, terutama pada
bagian caren atau bagian yang masih tergenang.
- Diamkan
tambak selama beberapa hari setelah pengapuran, kemudian isi dengan air laut
dan, jika memungkinkan, dilakukan pemeriksaan pH air. Diharapkan pH air telah
mencapai 7,5-8,5 yang menunjukkan bahwa proses pengapuran telah berhasil.
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
- Berdasarkan pembahasan dari Bab II dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam
- Kapur yang digunakan di tambak berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos
- Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah dasar kolam.
- Sebelum mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak terlebih dahulu.
- jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2
- Jenis kapur yang dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
- kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman tanah tambak (pH)
- Penentuan kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al. (2001) adalah Dengan Penambahan Larutan NaOH 0,05 N dan Dengan Inkubasi.
3.2
Saran
Untuk menetralkan pH serta menambah produktivitas tambak,
disarankan melakukan pengapuran secara rutin dengan jenis dan dosis sesuai
dengan kebutuhan.
Afrianto E. Ir. dan Evi L. Ir. (1992). Pemeliharaan Kepiting. Penerbit Kanisius.Yogyakarta
Amri K, Ir. M.Si. (2002). Budi Daya Udang Windu secara Intensif. Agromedia pustaka.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Kholis M, S.Pi, MM 2010. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta
Kordi K, M. Ghufran H. (2010), Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya - Pintar Budidaya Ikan di Tambak Secara intensif. Lily publisher. Yogyakarta
Murtidjo B. A. (2002) Budi Daya Dan Pembenihan Bandeng.Penerbit Kanisius.Yogyakarta
Mustafa A, Rachmansyah dan Anugriati (2010). Distribusi Kebutuhan Kapur Berdasarkan Nilai Spos Tanah Untuk Tambak Tanah Sulfat Masam Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.
Ratnawati E. (2008). Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Sistem SemlIntenslf Pada Tambak Tanah Sulfat Masam. Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3108610.pdf . Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 01.07 WIB
Rezqi V. S. K. (2009).Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdf. Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 20.04 WIB
Saefulhakim S,(1985). Efek Pengapuran Terhadap Fosfor Tersedia Pada Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/36951/Kongres%20Nasional%204_sunsun%20Saefulhakim.pdf. Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.24 WIB.
Sammut J Dr.,dan Mustafa A Ir.,
MS.(2011) Teknik Pengapuran Pada
Pematang Tambak Tanah Sulfat Masam. Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau.Maros
Soemarno (2012), Kemasaman Tanah Dan Pengapuran.
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/MAES-PENGELOLAAN-kemasaman-tanah-dan-PENGAPURAN.ppt.
Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.40 WIB.
Sualia, I, Eko B.P., dan I N.N.
Suryadiputra. (2010). Panduan
Pengelolaan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. Wetlands
International – Indonesia Programme. Bogor.
Suyanto R Dra. Ny. S ,dan Takarina E. P., Ir. Msi. (2009). Panduan Budidaya Udang Windu
Tim
Perikanan WWF Indonesia (2011), Budidaya
Udang Windu - Dengan Pemberian pakan dan Tanpa Aerasi.WWF-Indonesia. http://awsassets.wwf.or.id/downloads/3_bmp_budidaya_udang_windu___dengan_pakan_tanpa_aerasi.pdf.
diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.03
No comments:
Post a Comment