Wednesday, June 13, 2012




Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air

Pewarnaan Tubuh Ikan






R.Adhariyan Islamy (0910810063) 









Abstract

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air SISTEM PENCERNAAN



Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air
SISTEM PENCERNAAN



  




R.Adhariyan Islamy (0910810063)






Sunday, June 3, 2012

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air RESPIRASI


Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air
RESPIRASI




R.Adhariyan Islamy (0910810063) 











Malang, 25 Juni 2011

Mengetahui,
Koordinator Asisten




Danang Ferry P.
NIM. 0810850034


Menyetujui,
Dosen Pengampu Mata Kuliah



DR. Ir. Agoes Soeprijanto, MS
NIP. 195908071986011001

 





















Abstract

Respiration or breathing is gas exchange of O2 and CO2 in the respiratory organs of living beings. Source O2 in the water can come from air and photosynthesis of phytoplankton. Aerobic respiration is a breathing process that requires oxygen from the air, while anaaerob Respiration is the process of respiration that does not require oxygen. Factors that affect the respiratory process, there are two internal and external factors. Although some fish species can survive in waters with oxygen concentrations of 3 ppm, but the minimum acceptable concentration of most cultured aquatic species to survive is 5 ppm. In observation of respiration tilapia with some therapies such as, fish nila at entry into the jar filled with water ¾, with a temperature of 360C, then opened his mouth was monitored every 3 minutes 5 times. And in the achievement of results in the observation that the respiration occurs in tilapia (Oreochromis niloticus), that is carried out by Group 5 with the temperature at 360C not seen the data after every 3 minutes for 5 hours of opening of the mouth it increased rapidly, but the fish do not die after the practice of composition dead fish. While the consumption of oxygen from the observations of DOo = 3.2 mg / ℓ; point = 2,3 mg / ℓ, 3.4 x 10-4 mg/ ℓ oxygen consumption. The greater the temperature lower is the amount of oxygen in the water.
Keywords: Respiration, Nila Fish (Oreochromis niloticus), DO




Abstrak

Respirasi atau pernafasan adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di dalam organ pernafasan makhluk hidup. Sumber O2 dalam perairan dapat berasal dari udara dan fotosintesis fitoplankton. Respirasi aerob ialah suatu proses pernafasan yang membutuhkan oksigen dari udara, sedangkan Respirasi anaaerob ialah suatu proses pernafasan yang tidak membutuhkan oksigen. Faktor yang mempengaruhi proses respirasi ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Meskipun beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima sebagian besar spesies biota air budidaya untuk hidup adalah 5 ppm. Pada pengamatan tentang respirasi ikan  nila dilakukan dengan beberapa perlakuan diantaranya adalah, ikan nila dimasukkan ke dalam toples yang sudah diisi air ¾ bagian, dengan suhu 360C . Kemudian diamati bukaan mulut setiap 3 menit sebanyak 5 kali. Dan didapatkan hasil mengenai pengamatan respirasi yang terjadi pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dilakukan oleh kelompok 5 dengan suhu 360C didapatkan data setelah diamati setiap 3 menit selama 5 kali yaitu bukaan mulut bertambah cepat tapi ikan tidak mati setelah praktikum berakhir ikan mati. Sedangkan konsumsi oksigen dari pengamatan yaitu DOo = 3,2 mg/ ; DOt = 2,3 mg/ , konsumsi oksigen sebesar 3,4 x 10-4 mg/. Semakin tinggi temperatur maka semakin rendah jumlah oksigen yang terbuat dalam air.
Kata kunci : Respirasi, Ikan nila (Oreochromis niloticus), DO

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan 

 OSMOREGULASI





 R.Adhariyan Islamy (0910810063)







Malang, 25 Juni 2011
Mengetahui,
Koordinator Asisten




Danang Ferry P.
NIM. 0810850034

Menyetujui,
Dosen Pengampu Mata Kuliah



DR. Ir. Agoes Soeprijanto, MS
NIP. 195908071986011001

 
























KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur ke hadiran Allah SWT. atas terselesainya praktikum dan penulisan laporan dari mata kuliah Fisiologi Hewan Air. Rasa terima kasih yang sebanyak- banyaknya kami ucapkan kepada :
1.      Orang tua kami tercinta, yang selalu memberi doa dan semangat, serta dorongan,
2.      Dosen mata kuliah Fisiologi Hewan Air, atas bimbingan dan ilmu yang bermanfaat yang diberikan kepada kami,
3.      Para asisten praktikum Fisiologi Hewan Air, yang telah membimbing dalam kegiatan praktikum ini,
4.      Teman- teman MSP`09, atas kerja sama dan kekompakannya selama ini, serta
5.      Semua pihak yang banyak membantu yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang bermanfaat dari pembaca sangatlah diharapkan. Penulis berharap semoga penulisan laporan praktikum Fisiologi Hewan Air ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Malang, 25 Juni 2011


Penulis,
 










Abstract
Osmosis is a water moving from the hight concentration of water to the law concentration of water. Osmoregulation is process to keep balance between water in environment with solubility that inside of animal body. Diffusion is moving water from the high concentration area to the low concentration. In this experiment, we count pH, diffusion and osmosis, and salinity. Oreochromis niloticus is a euryhaline fish. In the group 4, first weight of Oreochromis niloticus is 28 grams and the last weight is 29 grams. The weight is decrease and the open of mouth is not stabil. The weight of (empedu) move weight than before (increase) because it has get diffusion. The water from environment pass the inside of empedu. In experiment about salinity, Clarias gariepinus can’t live a long in high salinity because they are stenohaline fish. They can live in fresh water. Oreochromis niloticus can live a long in high salinity and in fresh water because they are euryhaline fish. The weight of both Oreochromis niloticus and Clarias gariepinus decrease.
Key words : Osmosis, diffusion, ph
Abstrak
Osmosis adalah pertukaran air dari kosentrasi tinggi ke kosentrasi rendah. Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara air yang ada dalam lingkungan dengan air yang ada di dalam tubuh hewan. Difusi adalah pertukaran air dari lingkungan yang berkosentrasi tinggi ke lingkungan yang berkosentrasi rendah. Pada percobaan ini, kami mengukur pH,difusi dan osmosis, dan salinitas. Oreochromis niloticus adalah hewan euryhaline. Pada kelompok 4, berat awal ikan Oreochromis niloticus adalah 28 gram dan berat akhirnya adalah 29 gram. Beratnya menurun dan bukaan mulutnya tidak stabil. Berat dari empedu  lebih berat dari sebelumnya karena mengalami difusi. Air dari lingkungan masuk ke dalam empedu. Pada percobaan tentang salinitas, Clarias gariepinus tidak dapat hidup lebih lama pada salinitas tinggi karena termasuk ikan stenohalin. Ikan ini hanya dapat hidup pada air tawar. Oreochromis niloticus dapat hidup lebih lama pada salinitas tinggi dan air tawar karena merupakan ikan eurihalin. Berat dari Oreochromis niloticus dan Clarias gariepinus mengalami penurunan.
Kata kunci : Osmosis, Difusi, pH


1.      PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Osmosis
Menurut  Kordi dan Andi (2007), osmosis adalah difusi atau aliran substansi-substansi melalui suatu membran. Bila membran cukup permeabel (dapat dilalui dengan lancar), maka cairan dan partikel terlarut, baik molekul atau ion dari dua larutan diantara membran yang berseberangan akan bergerak, berpindah, atau mengalir (berdifusi).

Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air lebih rendah (yang lebih pekat). Contoh osmosis ialah pergerakan air dari larutan gula 5% menuju larytan gula 15%. Dalam contoh tersebut, air akan bergerak terus dari larutan gula 5% menuju larutan gula 15% sampai tercipta keadaan seimbang antara keduanya (Isnaeni,2006).

Molekul air bergerak kedua arah melalui membran, tetapi terjadi gerakan yang lebih besar dari daerah konsentrasi tinggi (100% di luar kantung) ke daerah berkonsentrasi rendah (95% di dalam kantung). Difusi air atau larutan melalui suatu membran disebut osmosis (Villee et al.,1984)

1.2. Pengertian Osmoregulasi
Mekanisme untuk mengatur jumlah air dan konsentrasi zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi, osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan (Isnaeni, 2006).

Menurut Kordi (2008), osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya,  atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini penting dilakukan terutama oleh organisme perairan karena :
1.   Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungannya.
2.   Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak.
3.   Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.

Menurut Kashiko (2000) dalam Muslihun (2003), osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnyaberbeda. Secara sederhana hewan dapat  diumpamakan sebagai suatu larutan yang terdapat di dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh.

1.3. Pengertian Difusi          
Menurut Soekartono (1994), difusi ialah penyebaran molekul-molekul suatu zat baik gas, maupun zat cair dan zat padat, molekul-molekulnya ada kecenderungan untuk menyebar ke segala arah sampai terdapat suatu konsentrasi yang sama. Dari ketiga macam zat maka gaslah yang paling mudah berdifusi. Difusi berlangsung lebih cepat jika ada kenaikan temperatur.

Molekul di dalam keadaan cair atau gas akan bergerak ke semua arah sampai tersebar rata dalam ruang yang tersedia. Difusi dapat di beri batasan (definisi) sebagai gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah lain dengan konsentrasi lebih rendah yang disebabkan oleh energi kinetik molekul-molekul tersebut. Laju difusi adalah fungsi dari perbedaan konsentrasi, ukuran molekul dan suhu. Jika sedikit gula ditaruh dalam segelas air, gula itu akan larut dan molekul gula berdifusi dan tersebar merata di dalam cairan (Villee et al., 1984).

1.4. Transpor Aktif
Menurut Giese (1968), ketika sebuah substansi berpindah menuju sebuah membran sel yang berkonsentrasi yang lebih tinggi, baik masuk atau keluar dari sel, itu semua terjadi sekali bahwa sesungguhnya perpindahan tidak dapat dilakukan oleh kekuatan difusi oleh energi kinetik saja. Untuk memindahkan molekul dari suatu zat menuju ke konsentrasi yang lebih tinggi dan melawan mekanisme pergerakan gradien elektrokimia selain difusi, dan sumber gerak tersebut sel harus bergerak dengan menggerakkan zat melalui membran sel menuju konsentrasi yang lebih tinggi. Setiap pergerakan zat yang melalui membran sel yang membutuhkan energi pada bagian sel disebut transpor aktif.

Transpor aktif membutuhkan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) dan yang umum terjadi adalah sistem ATPase diaktifasi oleh NaK (pompa Natrium-Kalium) yang berlangsung pada membran sel. Model enzim tunggal ini memompa 3 molekul ion Na+ dan K+, dan membutuhkan satu molekul ATP (Rudi, 2006).

Pada crustacea air tawar, transpor aktif ion terjadi melalui insang. Vertebrata air tawar melakukan hal yang hampir sama dengan invertebrata air tawar, yaitu memasukkan ion dan garam dengan transpor aktif. Sebenarnya, penggantian ion yang terlepas ke dalam air dapat dilakukan dengan makan, namun sumber masukan ion yang utama adalah transpor aktif melalui insang (Isnaeni, 2006). 

1.5. Organ Osmoregulasi
Pengaturan jangka panjang melibatkan modifikasi organ-organ osmoregulasi seperti insang, intestine, dan ginjal. Pada level jaringan dan sel, bila ikan berpindah ke lingkungan laut, sel klorida tipe air tawar hilang, sedangkan sel klorida tipe air laut berdiferensiasi pada insang (Mancera and Mc Cormick, 1999 dalam Marsigliante et al.,1997 dalam Susilo, 2005).

Menurut Jeffri (2010), organ-organ sistem osmoregulasi: kulit, ginjal, insang, lapisan tipis mulut. Ginjal terletak di atas rongga perut, di luar peritonium, di bawah tulang punggung dan aorta dorsalis, sebanyak satu pasang, berwarna merah, memanjang. Fungsi ginjal:
1.   Menyaring sisa-sisa proses metabolisme untuk dibuang, zat-zat yang diperlukan tubuh diedarkan lagi melalui darah.
2.   Mengatur kekentalan urin yang dibuang untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh.


1.6. Pola Regulasi Ion dan Air pada Ikan
Menurut Chan (2010), regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik atau isotonik tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah, sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media hidupnya. Perbedaan tersebut dapat menangani komposisi cairan ekstraseluler dalam tubuh ikan. Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmose dalam tubuhnya melalui ginjal, insang, dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi.

Menurut Yuwono dan Purnama (2001), hewan vertebrata air yang hidup di laut memiliki permasalahan tekanan osmotik yang berbeda dari mereka yang hidup di air tawar. Ikan air laut mengalami permasalahan kehilangan air karena tubuhnya hipotonik terhadap mediumnya, sedangkan ikan air tawar mengalami permasalahan kemasukan air dari lingkungannya karena cairan tubuhnya hipertonik terhadap mediumnya. Karena ikan laut kehilangan airnya maka kompensasinya ia minum banyak air secara terus-menerus. Pada ikan air tawar yaitu ikan mujaher (Oreochromis mossambicus) transport ion dilakukan oleh sel-sel klorida pada membran operkular.


1.7 Proses Osmoregulasi
1.7.1. Ikan Elasmobranchi
Kontribusi tenggara dari Nomer Smith dan rekan kerja di tahun 1530-an telah ada suatu kemajuan yang cukup dalam pengetahuan kita tentang strategi osmoregulasi ikan elasmobranchi. Diakui area yang ditahan dalam cairan tubuh sebagai bagian dari osmoregulasi ikan elasmobranchi sehingga osmolalitas cairan-cairan tubuh, dinaikkan untuk tingkat yang 150 atau hiperosmotik dengan medium sekitarnya. Dari studi pada saat itu dia juga mendalilkan bahwa banyak elasmobranchi hunian laut tidak mampu beradaptasi untuk mencairkan lingkungan. Namun, penyelidikan yang lebih baru telah menunjukkan bahwa ikan ini memiliki kapasitas untuk menyesuaikan diri kepada suatu iklim dengan perubahan salinitas melalui regulasi independen Nag (Hazon et al., 2003).

Elasmobranchi memiliki masalah berupa pemasukan Na+yang terlalu banyak ke dalam tubuhnya (melalui insang). Untuk mengatasi masalah tersebut, elasmobranchi menggunakan kelenjar khusus, yaitu kelenjar rektal, yang sangat penting untuk mengeluarkan kelebihan Na+ secara aktif. Kelenjar rektal merupakan kelenjar khusus yang terbuka ke arah rektum dan menyekresikan cairan kaya NaCl. Masalah lain yang dihadapi elasmobranchi ialah adanya perolehan air yang terlalu sedikit. Untuk mengatasinya, hewan ini menghasilkan sedikit urin. Sekalipun hanya sedikit, urin tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mengeluarkan kelebihan NaCl (Isnaeni, 2006).

1.7.2. Ikan Teleostei
Menurut Kordi (2008), pada ikan air tawar (teleostei), karena bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya menyebabkan air bergerak masuk ke dalam tubuh dan ion-ion keluar lingkungan secara difusi. Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, ikan air tawar berosmoregulasi dengan cara minum sedikit air atau tidak minum sama sekali. Sementara pada ikan laut (elasmobranchi), karena tekanan osmose air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh sehingga secara alami air akan mengalir dari dalam tubuh ke lingkungannya. Secara osmose melewati ginjal, insang dan mungkin juga kulit. Sebaliknya, garam-garam akan masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Untuk mempertahankan konsentrasi garam dan airdalam tubuh, ikan laut memperbanyak minum air laut dan melakukan osmoregulasi.

Ikan teleostei telah mampu mempertahankan ciri-ciri permeabilitas dari ion-ion branchide yang lebih rendah daripada lingkungannya seperti pengukuran secara tidak langsung Na+ atau Cl-  yang umumnya kurang dari 100 Nm, 100 g- n- g dalam kisaran yang sama seperti hagfish, lamprey, dan elasmobranchi. Kenaikan ini sedikit rendah walau terdapat gradien substansial elektrokimia, berkaitan dengan sambungan antara sel yang banyak dan signifikan, kaya mitokondria “sel-sel klorid”dan bagian-bagian sel dalam ephitelium insang pada air tawar teleostei (Evans, 1993).

                                                           


2.    METODOLOGI

 2.2. Fungsi Alat dan Bahan
2.2.1. Fungsi Alat
a. Toleransi pH
     Alat-alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi Osmoregulasi mengenai toleransi pH, yaitu:
Ø Toples 2L                         : sebagai media pengamatan ikan
Ø Hand tally counter           : untuk menghitung bukaan mulut ikan nila selama 1 menit sebanyak 10 kali
Ø Timbangan digital            : untuk menimbang berat ikan nila sebagai Wo dan Wtdengan ketelitian 10-2
Ø Stopwatch                       : untuk menghitung lama waktu pengamatan
Ø Nampan                          : sebagai tempat alat dan bahan
Ø Lap basah                        : agar ikan tetap basah (hidup) pada saat mengambil ikan dari bak ke toples
Ø Bak air                             : tempat ikan sebelum diamati
Ø pH meter                         : untuk mengukur pH air
Ø plastik                              : sebagai alas pada saat menimbang ikan

b. Pengamatan Empedu
Alat-alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi Osmoregulasi mengenai pengamatan empedu, yaitu:
Ø Toples 2L                         : sebagai media untuk pengamatan empedu
Ø Timbangan digital            : untuk menimbang berat empedusebagai Wo dan Wt dengan ketelitian 10-2
Ø Stopwatch                       : untuk menghitung waktu yang dibutuhkan dalam pengamatan
Ø Nampan                          : sebagai tempat alat dan bahan
Ø Lap basah                        : agar ikan tetap basah (hidup) pada saat mengambil ikan dari bak ke toples
Ø Refraktometer                 : sebagai alat untuk mengukur salinitas

c. Toleransi Salinitas
Alat-alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi Osmoregulasi mengenai toleransi salinitas, yaitu:
Ø Toples 2L                         : sebagai media pengamatan ikan
Ø Timbangan digital            : untuk menimbang berat badan ikan, lele, dan zebrafish sebagai Wo dan Wt dengan ketelitian 10-2
Ø Stopwatch                       : untuk menghitung waktu pengamatan
Ø Nampan                          : sebagai tempat alat dan bahan
Ø Refraktometer                 : untuk mengukur salinitas yang diperlukan
Ø Lap basah                        : untuk tempat ikan agar ikan tetap basah (hidup) pada saat mengambil ikan dari bak ke toples
Ø Bak air                             : tempat ikan sebelum diamati
Ø Plastik                              : sebagai alas pada saat menimbang ikan


2.2.2. Fungsi Bahan
a. Toleransi pH
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi Osmoregulasi mengenai toleransi pH, yaitu:
Ø Ikan nila (Oreochromis niloticus): sebagai objek yang akan diamati
Ø Air tawar                          : sebagai media ikan
Ø NaOH                              : untuk meningkatkan pH
Ø Cuka                                : untuk menurunkan Ph


b. Pengamatan Empedu
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi Osmoregulasi mengenai pengamatan empedu, yaitu:
Ø Empedu sapi                   : sebagai objek yang akan diamati
Ø Air tawar                         : sebagai media empedu sapi
Ø NaCl                                : sebagai pengkondisian salinitas air
Ø Karet gelang                   : untuk mengikat empedu

c. Toleransi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air pada materi Osmoregulasi mengenai toleransi salinitas, yaitu:
Ø Ikan nila (Oreochromis niloticus): sebagai objek yang akan diamati
Ø Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus): sebagai objek yang akan diamati
Ø Ikan zebra (Dascyllus melanorus): sebagai objek yang akan diamati
Ø Air tawar                          : sebagai media ikan
Ø Air laut                             : sebagai media ikan



3.    DATA HASIL PENGAMATAN

3.1. Toleransi pH
Kel
11
12
13
14
15
16
17
18
19
110
Wo
Wt
1
78
85
91
97
98
82
95
98
92
96
41
42
2
90
96
113
104
103
89
99
101
100
94
19
19
3
86
64
74
81
82
87
85
72
82
81
26
25
4
96
93
111
109
108
120
101
96
105
116
18
20
5
3
3
-
-
-
-
-
-
-
-
25
27
6
31
34
65
81
99
111
116
123
120
136
31
36
7
35
91
83
85
81
83
112
112
102
110
48
48
8
128
138
129
126
93
140
89
97
124
116
28
29
9
56
43
40
-
-
-
-
-
-
15
23
23
10
10
4
1
4
7
5
1
-
-
-
17
19



3.2. Pengamatan Empedu
Kel
Wo
Wt
Keterangan
1
348
355
·     Warna empedu agak kehijauan
·     Warna air menguning
·     Empedu tetap di dasar
·     Empedu mengembang
2
500
511
·     Warna empedu putih pucat
·     Terdapat warna biru keunguan pada bagian atas dan kuning pada pinggirannya
·     Bentuknya lebih besar saat sebelum dimasukkan dalam air
·     Terdapat urat-urat / lebih tampak menonjol
·     Warna airnya menjadi kuning pudar
·     Empedu tenggelam / terdapat di dasar
3
399
405
·     Empedu bertambah besar, air bagian permukaan berwarna kuning (40 menit)
·     Air permukaan semakin kuning, empedu agak turun, ukurannya mengembang (80 menit)
·     Air permukaan semakin kuning, ukurannya empedu bertambah (2 jam)
4
273
278
·     Empedu masih mengambang, warna tetap (30 menit)
·     Empedu masih mengambang, warna agak kuning (60 menit)
·     Empedu masih mengambang, warna kuning lebih banyak (2 jam)
5
246
253
·     Empedu membesar dan tetap melayang
·     Kondisi terakhir air berwarna kuning kehijauan
6
128
136
·     Cairan empedu dari dalam keluar sehingga warna air menguning
·     Empedu membesar dan naik sedikit kemudian selang waktu lagi turun kembali
·     Kondisi air terakhir berwarna kuning
7
509
518
·     Empedu masih mengambang, warna air bening
·     Empedu masih mengambang, warna air agak kuning (18.30 menit)
·     Empedu masih mengambang, warna air lebih kuning (2 jam)
8
316
323
·     Air kekuningan
·     Terdapat cairan kuning menempel di lapisan empedu
·     Ukuran semakin membesar
9
337
345
·     Empedu bertambah besar (mengembang)
·     Air berwarna kuning
·     Warna empedu putih pucat, agak kehijauan
10
293
299
·     Air permukaan warnanya kuning kehijauan
·     Ukuran empedunya bertambah besar
·     Empedu menjadi lembek



3.3. Toleransi Salinitas
Ikan Nila
Kel
Waktu
Tingkah Laku Ikan
Wo
Wt
1
09.00
Ikan nila bergerak aktif, tetapi gerak buka mulut dan insang cepat. Pada 1 jam berikutnya ikan nila diam di tempat, gerak buka mulut dan insang semakin melambat
21
22
2
08.10
Pada menit 11 pertama ikan nila berenang dengan normal pada dasar, setelah 2 jam berikutnya ikan nila mulai berada di permukaan
39
39
3
08.05
Ikan di dasar, bernafas lambat (08.05), (09.45) membuka mulut lebih cepat
21
22
4
08.10
Ikan nila pada menit pertama pasif setelah menit ke-12 ikan nila aktif pergerakannya. Di menit 30 ikan lebih aktif, tetapi setelah 1 jam ikan pasif kembali, begitu seterusnya aktif dan pasif.
28
29
5
08.18
Mata berwarna hitam, pertama tidak bergerak, diam di bawah. Warna kulit cerah, 30 menit kemudian ikan berenang aktif naik turun, warna mata agak orange.
21
21
6
08.10
09.00
Ikan nila tidak begitu agresif, posisi ikan naik turun dan sisiknya mulai mengelupas
Sirip pada ekornya rusak, pada menit ke-51 ikan berenang ke atas dan pada menit ke-67 ikan tenang
31
31
7
08.39
Ikan bernafas ke bawah mengeluarkan gelembung
35
34
8
08.15
Ikan nila pada menit pertama bergerak aktif, buka mulut cepat pada jam 08.35 ikan masih bergerak aktif tetapi gerak buka mulut melambat dan air menjadi agak keruh pada jam 10.35 ikan bergerak menjadi aktif, bukaan mulut juga normal tetapi warna ikan menjadi agak pucat
19
26
9
08.05

09.05

11.00
Pada awal pengamatan bukaan mulutnya cepat lalu pada menit 01.21 detik bukaan mulut lebih lambat, ikan berenang aktif pada menit 25.31 detik
Ikan bernafas di permukaan air dan terdapat gelembung di permukaan air
Ikan lebih aktif bernafas mengambil O2 di permukaan air
27
26
10
08.15
Ikan mengalami pendarahan pada mata dan berwarna merah, kemudian mata ikan nila menjadi putih, lalu ikan mati pada jam ke- 01.25 menit
29
32



Ikan lele
Kel
Waktu
Tingkah Laku Ikan
Wo
Wt
2
08.10
Pada menit 11 pertama ikan lele berenang secara agresif dan banyak berada di permukaan untuk bernafas dan pada menit ke-24 ikan sering berada di dasar. Dan pada waktu 01.02.05 ikan lele mati
68
69
4
08.10
Ikan lele pasif, setelah 12 menit lele mulai pasif dan diam. Menit ke-44 ikan lele aktif kembali dengan kondisi air semakin keruh. Ikan lele mati setelah 1 jam 17 menit
61
59
6
08.10



09.05
09.10
Ikan lele bergerak agresif (meloncat) pada menit ke-2 operculumnya lambat karena ikan bergerak tenang. Pada menit ke-16 ventralnya memerah. Pada menit ke-51 ikan lele mulai melemah. Dan air semakin keruh karena lendir yang keluar
Ikan lele bergerak sedikit dan mulutnya terbuka
Ikan mati
68
67
8
08.15


08.55

09.30
Ikan lele bergerak pasif, pada menit ke-10 kulit ikan lele mulai mengelupas. Warna kulit mulai memerah. Pada menit ke-15 mulai lemas. Air semakin keruh pada menit ke-35
Keluar gelembung dari mulut sebelah samping. Ikan semakin lemas
Ikan mati
41
40
10
08.15
Ikan mengalami pendarahan pada ekor dan operculum. Setelah itu, ikan mengalami pengelupasan kulit pada ikan dan mati pada menit ke-15
59
60

Ikan Zebra
Kel
Waktu
Tingkah Laku Ikan
Wo
Wt
1
09.00
Pada awal pengamatan mulut dan insang masih melakukan gerak tapi secara lambat. Pada pukul 10.01 ikan zebra berwarna pudar dan mati
3
4
3
08.55
Ikan mati jam 08.55
2
3
5
08.18
Ikan mati
2
2
7
08.09
Warna sangat pudar dan mati
4
5
9
08.05
Pada awal pengamatan bukaan mulut ikan cepat dengan posisi tubuh miring. Bukaan mulut ikan lebih cepat pada menit ke-07.15. Ikan berenang aktif dan naik ke permukaan pada menit ke-22.10. Ikan mulai colaps pada menit 45.29 detik. Dan pada menit 50.40 detik ikan mati. Dan menit ke 52.26 detik hingga waktu habis kulit ikan perlahan mengelupas dan keluar lendir
2
2




4.    PEMBAHASAN

4.1. Analisa Prosedur
4.1.1. Toleransi pH
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air dalam materi Osmoregulasi tentang toleransi pH langkah pertama yang harus dilakukan disiapkan alat dan bahannya. Alat-alat yang digunakan adalah toples kapasitas 2 liter berfungsi sebagai tempat ikan dan air, timbangan digital untuk menimbang berat ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai Wo dan Wt, hand tally counter sebagai alat untuk menghitung jumlah bukaan mulut ikan, stopwatch untuk menghitung waktu yang dibutuhkan, nampan sebagai tempat aalt dan bahan, pH meter untuk mengukur pH air, dan plastik sebagai alas pada saat menimbang ikan, serta ember sebagai tempat ikan. Bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai obyek yang diamati toleransinya terhadap pH, NaOH untuk menaikkan pH, air sebagai tempat ikan.

Langkah selanjutnya toples diisi dengan air sebanyak 3/4 bagian. Digunakan toples agar lebih efisien dan mempermudah pengamatan, diisi 3/4 bagian toples agar air dalam toples tidak tumpah dan agar terdapat difusi O2 dari udara. Kemudian ikan nila (Oreochromis niloticus) dimasukkan ke dalam toples tersebut dengan pH sesuai perlakuan kelompok (1 dan 6 pH=5, 2 dan 7 pH=7, 3 dan 8 pH=9, 4 dan 9 pH=11, 5 dan 10 pH=13), yang sebelumnya ditimbang dengan timbangan digital agar hasil lebih akurat. Selanjutnya dihitung bukaan mulutnya tiap menit sebanyak 10 kali sebagai perbandingan antara menit pertama dengan menit selanjutnya agar hasil yag didapat akurat. Dan terakhir ikan nila (Oreochromis niloticus) ditimbang kembali dengan menggunakan timbangan digital. Dicatat hasilnya.

4.1.2. Pengamatan Empedu
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air dalam materi osmoregulasi mengenai pengamatan empedu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Aalt-alatnya yaitu toples berkapasitas 2 liter sebagai wadah empedu dan air (medium pengamatan), timbangan digital yang berfungsi sebagai menimbang berat empedu, stopwatch untuk mengukur waktu saat pengamatan, nampan untuk tempat alat dan bahan, refraktometer untuk alat pengukur salinitas, plastik sebagai alas pada saat menimbang. Bahannya yaitu empedu sapi sebagai objek yang akan diamati, empedu sapi itu selektif memiliki lapisan semipermeabel sehingga mudah untuk diamati, air tawar sebagai media pengamatan empedu, NaCl sebagai bahan untuk membuat larutan dengan salinitas 450/00, karet gelang untuk mengikat empedu, tissue untuk membersihkan lensa refraktometer.

Langkah selanjutnya toples diiisi air sampai 3/4 bagian kemudian NaCl ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Digunakannya timbangan digital agar didapat hasil yang akurat. Kemudian empedu sapi ditimbang juga sebagai Wo untuk mengetahuiberat empedu sebelum diberi perlakuan, empedu sapi dimasukkan ke dalam toples yang berisi air yang bersalinitas sesuai dengan kelompok (1 dan 6 0ppt, 2 dan 7 15ppt, 3 dan 8 30ppt, 4 dan 9 45ppt, 5 dan 10 60ppt). Setelah itu empedu diamati perubahannya tiap 15 menit selama 2 jam karena diasumsikan selama 2 jam telah terjadi proses osmoregulasi. Terakhir, empedu ditimbang sebagai Wt untuk mengeahui berat empedu setelah diberi perlakuan dengan menggunakan timbangan digital dan dicatat hasilnya.


4.1.3. Toleransi Salinitas
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air materi Osmoregulasi tentang toleransi salinitas, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Adapun alat-alat yang digunakan adalah toples kapasitas 2 liter sebagai tempat ikan dan air, refraktometer untuk mengukur salinitas air, stopwatch untuk mengukur waktu pengamatan, timbangan digital untuk menimbang berat ikan dengan ketelitian 0,01 gram dan nampan untuk tempat alat dan bahan. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan zebra (Dascyllus melanurus), dan ikan lele (Clarias gariepinus) sebagai objek yang akan diamati toleransinya terhadap salinitas, air tawar sebagai media hidup ikan, air laut sebagai media hidup ikan, plastik sebagai alas timbangan dan tissue untuk membersihkan lensa refraktometer.

Setelah alat dan bahan siap, langkah selanjutnya adalah toples disiapkan dan diisi air ¾ bagian dengan tujuan agar air tidak tumpah saat ikan dimasukkan dan agar oksigen dapat masuk ke dalam toples. Tujuan penggunaan toples karena mudah didapat, mudah dalam pengamatan karena transparan, mudah dibawa dan harganya ekonomis. Kemudian diukur salinitas dengan refraktometer. Penggunaan refraktometer yaitu pertama mengkalibrasi lensa refraktometer menggunakan aquades, tujuan dikalibrasi adalah agar lensa refraktometer tidak terkontaminasi larutan lain. Kemudian dibersihkan dengan tissue secara searah agar lensa tidak tergores. Lalu ikan disiapkan dan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram agar mendapatkan nilai yang akurat. Cara penggunaan timbangan yaitu menyalakan timbangan dan menzerokan timbangan kemudian meletakkan ikan diatas timbangan yang telah dialasi dengan plastic dan dicatat berat awal (W0) ikan. Setelah itu ikan dimasukkan ke dalam toples dan diberi perlakuan yang berbeda-beda tiap kelompok yaitu kelompok genap diberi air laut dan dimasukkan ikan nila (Oreochomis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus) sedangkan kelompok ganjil diberi air tawar dan dimasukkan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan zebra (Dascyllus melanurus). Menggunakan ikan nila (Oreochromis niloticus) mewakili ikan euryhaline dan ikan lele (Clarias gariepinus) mewakili ikan stenohaline. Setelah itu diamati tingkah laku ikan dan perubahan yang terjadi selama 3 jam untuk mengetahui kepekaan osmoregulasi terhadap salinitas. Kemudian ikan ditimbang kembali dengan timbangan digital ketelitian 0,01 gram dan dicatat sebagai berat akhir (Wt) untuk mendapatkan berat akhir ikan setelah diberi perlakuan. Langkah terakhir dicatat hasil yang diperoleh dan dibersihkan alat dan bahan.


4.2  Analisa Hasil
       4.2.1 Toleransi pH
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air materi Osmoregulasi tentang toleransi pH hasil yang didapatkan pada kelompok 4 yaitu dengan W0 = 18 gram dan Wt = 20 gram dimana mendapat perlakuan pH 11, diperoleh hasil bukaan mulut pada menit pertama 96, pada menit kedua 93, pada menit ketiga 111, pada menit keempat 109, pada menit kelima 108, pada menit keenam 120, pada menit ketujuh 101, pada menit kedelapan 96, pada menit kesembilan 105 dan pada menit terakhir 116. Setelah dilakukan pengamatan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) didapatkan W0 yang mulanya 18 gram menjadi 20 gram yang berarti ada kenaikan berat. Hal tersebut menandakan bahwa proses osmoregulasi dapat berlangsung dengan lancer.

Hubungan pH pada budidaya ikan menunjukkan titik kematian asam dan alkaline sekitar pH 4 dan pH 11 (Swingle, 1961 dalam Boyd,1992). Air dengan nilai pH dengan range 6.5 sampai 9 paling sesuai untuk produksi. Reproduksi berkurang pada nilai pH di bawah 6.5 (Andayani, 2005).

pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5-9,0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5-8,7 (Kordi dan Andi, 2007).

Sedangkan pada kelompok 9 dengan perlakuan pH yang sama diperoleh hasil bukaan mulut pada menit pertama 56, pada menit kedua 43, pada menit ketiga 40, lalu pada menit keempat sampai kedelapan ikan tidak melakukan bukaan mulut. Kemudian menit kesembilan 1 dan pada menit kesepuluh 15 bukaan mulut dengan W0 sama dengan Wt yaitu 23 gram.

Menurut Boyd (1982), hubungan antara pH di dalam suatu budidaya ikan berlumpur. Asam dan alkalinitas untuk tingkat kematian dari ikan kisaran pH 4 dan 11, bagaimanapun jika air lebih asam dari pH 6,5 atau alkalinitas lebih dari pH 9-9,5 dengan jangka waktu yang cukup lama. Reproduksi dan pertumbuhan akan berkurang disebabkan oleh pH yang sangat tinggi pada ikan berlumpur, artinya kawasan resapan air di danau dan sungai mengalami pengasaman dalam kejadian yang panjang pada suatu perairan dan kenaikan yang tinggi dikarenakan adanya percampuran asam yang berdampak bagi populasi ikan di area tertentu, di negara Eropa dan Amerika Utara.

4.2.2  Pengamatan Empedu
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air materi Osmoregulasi mengenai pengamatan empedu, pada kelompok 4 diperoleh hasil pengamatan dengan salinitas 45 ppt didapat berat awal (W0) empedu 273 gram dan berat akhir (Wt) empedu 278 gram. Dari hasil pengamatan selama 2 jam diperoleh hasil pada 30 menit pertama empedu masih mengambang pada permukaan air dan warna air masih belum berubah (tetap). Pada menit ke 60 terjadi perubahan yaitu empedu masih mengambang dan warna air agak kuning yang menandakan bahwa proses osmoregulasi berlangsung. Dan setelah diamati sampai batas waktu yang ditentukan atau 2 jam, empedu masih mengambang dan warna air menjadi kuning di permukaannya. Sedangkan pada pengamatan empedu kelompok 9 didapatkan hasil berat awal empedu (W0) 337 gram dan berat akhir (Wt) empedu 345 gram dengan salinitas yang sama dengan kelompok 4 yaitu 45 ppt. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil empedu bertambah besar, air berwarna kuning dan warna empedu putih ptcat agak kehijauan.

Menurut Banks (1981) dalam Yulfitrin (2003), komposisi cairan empedu terdiri dari air, zat organik dan zat anorganik. Pigmen empedu terdiri dari dua bentuk yaitu billirubin yang berwarna kuning dan biliverdin yang berwarna hijau.

Menurut Kimball (1998), osmosis adalah difusi dari tiap pelarut melalui suatu selaput yang permeable secara diferensial. Membran sel yang meloloskan molekul tertentu, tetapi menghalangi molekul lain dikatakan permeable secara diferensial.

4.2.3  Toleransi Salinitas
Pada praktikum Fisiologi Hewan Air materi Osmoregulasi mengenai toleransi salinitas didapatkan hasil pada kelompok 4 yang menggunakan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus) yang diletakkan pada air laut untuk mengetahui toleransinya pada salinitas yang tinggi. Pada pengamatan yang dilakukan selama 3 jam dimulai dari pukul 08.10, ikan nila (Oreochromis niloticus) pada menit pertama pasif atau tidak melakukan pergerakan. Namun setelah menit ke-12 ikan nila (Oreochromis niloticus) aktif pergerakannya. Kemudian di menit ke-30 ikan lebih aktif lagi pergerakannya tetapi 1 jam setelahnya ikan pasif kembali, dan begitu seterusnya hingga waktu pengamatan selesai. Sedangkan pada ikan lele (Clarias gariepinus) yang mulai diamati pada jam yang sama, setelah dimasukkan ke dalam toples yang berisi air laut pergerakannya aktif. Namun setelah 12 menit ikan mulai pasif dan diam. Pada menit ke-44 ikan aktif kembali dengan kondisi air semakin mengeruh. Kemudian ikan lele (Clarias gariepinus) mati setelah 1 jam 17 menit.

Dibandingkan dengan kelompok 2 yang memberi perlakuan sama yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias gariepinus) yang dimasukkan ke dalam air laut. Pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi perlakuan mulai pada pukul 08.10, pada menit 11 pertama ikan berenang dengan normal pada dasar, setelah 2 jam berikutnya ikan mulai berada di permukaan. Sedangkan ikan lele (Clarias gariepinus) pada menit 11 pertama ikan berenang secara agresif dan banyak berada di permukaan untuk bernafas dan pada menit ke-24 ikan sering berada di dasar. Dan pada waktu 01.02.05 ikan mati. Dengan W0 ikan nila (Oreochromis niloticus) 39 gram dan Wt ikan nila (Oreochromis niloticus) 39 gram, sedangkan W0 ikan lele (Clarias gariepinus) 68 gram dan Wt 69 gram.

Dari pengamatan kedua ikan tersebut didapatkan hasil bahwa ikan nila (Oreochromis niloticus) lebih dapat bertahan pada salinitas yang tinggi dibandingkan dengan ikan lele (Clarias gariepinus) yang berarti daya adaptasi ikan nila (Oreochromis niloticus) lebih tinggi daripada ikan lele (Clarias gariepinus) karena ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk ikan euryhaline sedangkan ikan lele (Clarias gariepinus) termasuk ikan stenohaline.

Ikan nila bisa tumbuh dan berkembangbiak pada kisaran salinitas 0-29 ‰ (permill). Jika kadar garamnya 29-35 ‰, ikan nila bisa tumbuh, tetapi tidak bisa berproduksi. Ikan nila yang masih kecil atau benih biasanya lebih cepat menyesuaikan diri dengan kenaikan salinitas dibandingkan dengan nila yang berukuran besar (Amri dan Khairuman, 2008).

Di awal pemeliharaan di tambak, ikan nila hasil adaptasi dari air tawar (0 ppt) ke air asin (30 ppt) mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini disebabkan pada minggu awal atau bulan pertama, ikan nila masih dalam penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Ikan nila yang dipindahkan dari air tawar ke air laut atau air payau, akan mengalami osmoregulasi karena konsentrasi senyawa-senyawa dalam darah, juga tekanan osmotik darahnya berbeda dengan lingkungan air laut (Kordi dan Andi, 2007).  


4.3 Faktor Koreksi
Faktor – factor kesalahan yang ada saat praktikum Fisiologi Hewan Air mengenai materi Osmoregulasi :
4.3.1 Toleransi Ph
-       Kekurangan  ketelitian praktikan saat menghitung bukaan mulut ikan.
-       Adanya perbedaan yang cukup jauh antara kelompok 4 dan kelompok 9 pada hasil perhitungan bukaan mulut ikan padahal menggunakan Ph yang sama.
-       Dapat dimungkinkan saat ikan di beli, keadaan ikan sedang sakit.
-       Dimungkinkan juga karena berat pada ikan semakin berat mungkin ketahanan tubuhnya juga lebih kuat.

4.3.2 Pengamatan Empedu
-       Kurangnya kehati – hatian praktikan saat memasukkan empedu kedalam air yang seharusnya empedu ditimbang terlebih dahulu.
-       Bisa jadi dari factor empedu yang kualitasnya kurang baik.
-       karang ketelitian praktikan saat mengamati perubahan empedu jadi data yang dihasilkan kurang teliti.
-       kurangnya perhatian praktikan saat mendengarkan penjelasan si asisten.

4.3.3 Toleransi Salinitas
-       Kurangnya ketelitian saat mengamati tingkah laku ikan nila (Oreochromis nilotikus) dan ikan lele (Clarias gariepinus).
-       Saat melakukan pengamatan karena ikannya diam jadi praktikan mengganggu ikan dan itu kesalahan mestinya tidak boleh di ganggu.

4.4 Manfaat Dibidang Perikanan
Manfaat yang di dapatkan setelah adanya praktikum Fisiologi Hewan Air tentang materi Osmoregelasi antara lain :
-       Kita dapat mengetahui tentang proses osmoregulasi ikan yang di contohkan dengan empedu.
-       Dapat mengetahui perbandingan ketahanan tubuh ikan nila (Oreochomis niloticus), lele (Clarias gariepinus) dan ikan zebra (Dascylus mellanurus).
-       Saat akan melakukan pembudidayaan ikan, kita dapat mengetahui kisaran pH yang cocok untuk ikan yang akan kita budidayakan.
-       Dapat mengetahui salinitas yang baik untuk ikan.





5.    KESIMPULAN dan SARAN

5.1  Kesimpulan
Dari praktikum tentang osmoregulasi yang telah dilakukan, mendapatkan kesimpulan, yaitu :
-       Hasil dari toleransi ph pada kelompok 4 saat 1 menit pertama = 96; 1 menit k2 = 93; 1 menit ke 3 = 111; 1 menit ke 4 = 109; 1 menit ke 5 = 108; 1 menit ke 6= 120 ;  1 menit ke 7 = 101 , 1 menit ke 8 = 96 ; 1 menit ke 9 = 105 ; 1 menit ke 10 = 116.
-       Pengertian Osmosis adalah difusi aliran substansi – substansi melalui suatu membrane yang cukup permeable.
-       Difusi adalah penyebaran molekul – molekul suatu zat baik gas, maupun zat cair dan zat padat.
-       Hewan vertebrata air yang hidup di laut memiliki permasalahan tekanan osmotic yang berbeda.
-       Ikan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan lele (Clarias gariepinus) dan ikan zebra ( Dascyllus mellanurus ).
-       Proses Osmoregulasi ada ikan elasmobranchi dan ikan Teleostei.
-       Berat pada pengamatan empedu bub = 273 Wt = 278.
-       Pada pengamatan toleransi salinitas Nila ( Oreochromis niloticus ) Wt = 28 , Wt = 29.
-       Pada pengamatan toleransi salinitas Lele ( Clarias gariepinus ) 61 , Wt = 59.

5.2 Saran
Disarankan bagi praktikan agar lebih mematuhi tata tertib dan peraturan – peraturan saat praktikum. Disarankan bagi asisten  memberikan penjelasan yang lebih jelas agar saat post test dapat mengerjakan dengan baik dan benar.





DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan Khoiruman. 2008. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Andayani, S. 2005. Diktat Kuliah Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Perikanan. Universitaa Brawijaya. Malang.
Boyd and E. Claude . 1982. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elserier. Nederland.
Chan, R. 2011. Pola Regulasi Ion dan Air Pada Ikan. http://waresman.blogspot.com. Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09:10 WIB.
Evans and H. David . 1993. The Physiologi Of Fishes. CRCpress. Boca Raton.
Hazan and Neil. 2003. Urea Based Osmoregulation and Endocrine Control in Elashmobranch Fish With Spesies Reference to Euryhalinity. Comparative Biochemistry and Physiology.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Canisius . Yogyakarta.
Jefrri. 2010. Aquakultur Anatomy dan Biologi Ikan. http://jeffri022.student.UMM.ac.id/2010/05/29/anatomidan/ikan/BiologiIkan/ Diakses 21 Maret pukul 09:15 WIB.
Kimball and W. Jhon . 1994. BIOLOGI edisi ke5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Kordi dan Andi. 2002. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Kordi, M.G. 2008. Budidaya Perairan. PT.Cipta Adityo Bakti. Bandung.
Muslihun.2007.Osmoregulasi.http://www.urjahisnis.com/2009/12/osmoregulasi.html Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09:00 WIB.
Rudi dan M.Muchlis. 2006. Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan Nacl 0,9% Terhadap Keseimbangan Asam Basa Pada Pasien Sectio Caeseria dengan Anestesi Regional.
Sukarto, S. 1994. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Brawijaya. Malang.
Susiolo, U. 2005. Osmoregulation Of Anguilla Bicolor Mc Cell and in The Media With Differt Siddining. Fukultas Biologi Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto.
Villee, Claude, W. Waller, JR. Robert and J. Barhes. 1984. Zoologi. New York.
Yulfitrin. 2003, Isolasi Taurin Dari Cairan Empedu Sapi. Istitute Pertanian. Bogor.
Yuwono E dan S. Purnomo . 2001. Fisiologi Hewan Air. Cv.Sagung Seto. Jakarta.